Sekarang lagi
marak-maraknya dua kubu saling berlawan dan bertahan, bukan lagi dengan pedang
yang dilakukan pada masa lampau, tetapi dengan gagasan intelektualitasnya yang
sangat normatif. Kubu sebelah mempertahankan suatu gagasan yang menurut mereka
bagus tetapi menurut
kubu lawan sangat tidak bagus sehingga pantas untuk dikritik, sedangkan
kubu yang satu lagi
mempertahankan gagasan dan ideologi mereka bahwa keputusan
itu tidak baik sehingga pantas
untuk dikritik.
Pernahkan
kita membayangkan, kita tidak berada di kedua kubu tersebut, tetapi kita berada
di posisi orang yang membuat keputusan itu sehingga dua kubu yang
bertentangan menanggapi keputusan yang kita buat dengan sudut pandang yang
berbeda sehingga muncullah suatu perselisihan. Ada beban moral disitu.
Pernahkah kita berfikir berapa besar beban moral yang ditanggung sipembuat
keputusan ? seberapa keras dia berfikir sebelum keputusan itu dibuat ? apa yang
kita lakukan terhadap keputusan itu ?
Berkoar-koar dibawah adalah kebiasaan kita. Bupati
Himpunan Mahasiwa Ilmu Pemerintahan FISIP Unri tahun 2017 berkata “Kita tidak
butuh narasi tetapi butuh aksi, kita tidak butuh kata-kata tetapi butuh aksi
nyata. Sudahkan kita melakukan itu ?
Prof.Dr.J
Kaloh dalam buku Kepemimpinan Kepala Daerah mengatakan bahwa salah satu
karakteristik pemimpin pemerintahan adalah tanggap terhadap kondisi politik,
baik dalam organisasi pemerintahan maupun dalam masyarakat, serta memberikan
jawaban atau tanggapan atas kritik,saran dan mungkin juga pengawasan yang
datangnya dari masyarakat.
Dari
pengertian diatas kita bisa jadikan acuan kepemimpinan mana yang harus kita pilih,
berada dikubu mana kita harus berada. Penulis bukan mengajak pembaca untuk berada
disalah satu kubu. Penulis suka ungkapan “pilih pemimpin yang baik tapi korupsi
atau pemimpin yang tidak baik tapi tidak korupsi, jangan pilih kedua-duanya.
Pilihlah pemimpin yang baik dan tidak korupsi”. Artinya apa, kita janganlah mau
untuk diiring pada suatu opini yang membuat kita seolah-olah percaya padahal
hati kita menolak untuk menerimanya, karena kurang kepercayaan dan rendahnya
ilmu hal inilah yang membuat kita cenderung menjadi korban. Jangan mau kelompok itu yang
memilih dan mengajak kita, tetapi kita sendiri lah yang memilih dan mengajak
kelompok itu.
Intinya
kita harus percaya pada diri sendiri, tanya pada hati apakah pilihan saya ini
sudah benar, karena pilihan yang kita pilih dengan iklhas dan percaya diri maka
apapun hasilnya baik atau buruk pun hasilnya kita tidak akan menyesali piihan
yang kita buat. Kita memilih berada dimana bukan berdasarkan siapa yang menang
dalam pertarungan, bukan juga siapa yang hebat dalam percekcokan, karena
siapapun orangnya pasti hanya berbicara tentang baik dirinya dan buruk orang
lain. Pilihlah yang menurut anda benar.
Jika
kita berbicara tentang kebenaran, Aristoteles pernah bertanya pada muridnya apa
itu kebenaran ? Kemudian muridnya Plato menjawab kebenaran itu adalah apa yang
menurut kita benar dilakukan tetapi belum tentu benar oleh orang lain. Ingat
!!, jika tidak ingin menjadi kubu yang saling bercekcokan, belajarlah yang
tinggi supaya anda dapat melihat kedua kubu dari sudut pandang yang berbeda
maka anda akan dapat mengambil pilihan anda sendiri.