BS

Sifat Yang Harus Dimiliki Oleh Pemimpin Pemerintahan

Pemimpin pemerintahan adalah orang yang menerima sebuah amanah dari rakyat dengan satu tujuan yaitu untuk menyelenggarakan keadilan...

Sifat Yang Harus Dimiliki Oleh Pemimpin Pemerintahan

Pemimpin pemerintahan adalah orang yang menerima sebuah amanah dari rakyat dengan satu tujuan yaitu untuk menyelenggarakan keadilan...

Sifat Yang Harus Dimiliki Oleh Pemimpin Pemerintahan

Pemimpin pemerintahan adalah orang yang menerima sebuah amanah dari rakyat dengan satu tujuan yaitu untuk menyelenggarakan keadilan...

Sifat Yang Harus Dimiliki Oleh Pemimpin Pemerintahan

Pemimpin pemerintahan adalah orang yang menerima sebuah amanah dari rakyat dengan satu tujuan yaitu untuk menyelenggarakan keadilan...

Sifat Yang Harus Dimiliki Oleh Pemimpin Pemerintahan

Pemimpin pemerintahan adalah orang yang menerima sebuah amanah dari rakyat dengan satu tujuan yaitu untuk menyelenggarakan keadilan...

Sunday, 8 April 2018

Resume Hukum Tata Pemerintahan



TINDAKAN ATAU PERBUATAN PEMERINTAH
Oleh: Prof.Dr.Aminuddin Ilmar, S.H., M.H

            Konsep dasar dari sebuah penyelenggaraan pemerintahan yang baik ialah bagaimana agar tindakan atau perbuatan pemerintahan itu dapat memberikan pelayanan terbaik pada masyarakan guna meningkatkan kesejahtraannya baik secara lahirian maupun batiniah. Kendala utama yang sering kali dihadapi dalam suatu penyelenggaraan pemerintahan khususnya dalam kegiatan pembangunan adalah, masih lemahnya manajemen pelayanan pemerintahan yang diwujudkan dalam suatu tindakan  atau perbuatan pemerintahan (bestuurshandelingan,government action) yang sering kali tidak atau bahkan kurang berkesesuaian dengan tuntutan dan aspirasi kepentingan masyarakat.
            Tindakan atau perbuatan menyimpng yang dilakukan oleh pemegang atau pemangku jabatan (pejabat) pemerintahan dalam menyelenggarakan fungsi dan tugas jabatan yang diembannya memberikan pembenaran , bahwa ada suatu hal yang perlu diperbaiki dalam tatanan penyelenggaraan pemerintahan kita sehingga diharapkan tidak akan terjadi lagi tindakan atau perbuatan pemerintahan yang menyimpang dari tujuan yang telah digariskan atau ditetapkan dalam sebuah kebijakan pemerintah (beleid). Melihat kenyataan dan permasalahan pemerintahan yang dihadapi tersebut di atas, memberikan pembelajaran bahwa tindakan atau perbuatan pemerintah sangat lah penting dan menentukan dalam penyelengaraan pemerintahan sehingga tindakan atau perbuatan tidaklah boleh dilakukan secara asal-asalan berdasarkan aspirasi dan kepentingan pemerintah semata, akan tetapi haruslah berdasarkan pada sisi kepentingan dan aspirasi serta kebutuhan masyarakat. Pemerintah modern pada hakikatnya dapat lebih mendorong terwujudnya pelayanan terbaik kepada masyarakat keberadaan pemerintah sebagai pelayan publik (public servant) maupun sebagai penyelenggara kesejahteraan (welfare provider).

1. Istilah dan Pengertian
          Istilah tindakan atau perbuatan pemerintahan itu sendiri terambil dari kata “tindak” atau “berbuat” (handeling, act). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata tindakan atau perbuatan (handeling, action) dimaksudkan sebagai suatu bentuk perilaku kegiatanyang dilakukan oleh seseorang atau badan  (organ) yang membawa pada akibat tertentu. Sebagai pendukung hak dan kewajiban (drager  van de rechten en plichten), maka setiap tindakan dan perbutan pemerintahan mempunyai konsekuensi atau akibat dari tindakan atau perbuatan  yang dilakukannya. C.J.N Versteden (1984: 55) mengartikan, bahwa tindakan atau perbuatan nyata pemerintahan merupakan suatu tindakan atau perbuatan pemerintahan yang tidak ada relevansinya dengan huukum dan oleh karnanya tidaklah menimbulkan akibat hukum.
            R.J.H.M. Husain (1990: 13) mengemukakan pengertian apa yang dimaksud dengan tindakan atau perbuatan hukum pemerintahan, yaitu suatu tindakan atau perbuatan hukum yang dimaksudkan untuk menciptakan hak dan kewajiban (een rechtshadelingan is gericht op het scheppen van rechten en plichten). Melihat asal muasal dari konsep hukum perdata dikemukakan oleh A.D. Belinfante  (1983: 49), bahwa dalam bidang hukum perdata tindakan atau perbuatan hukum merupakan tahap awal lahirnya suatu hubungan hukum (rechtsbetrekking) yakni suatu hubungan yang ada relevansinya dengan hukum. Selanjutnya, beliau mengemukakan hubungan  tersebut dapat menimbulkan adanya hak dan kewajiban tertentu. Konsep tindakan atau perbuatan hukum perdata tersebut diambil alih dan digunakan pula dalam hukum lapangan administrasi.
            Dengan kata lain, akibat-akibat hukum (rechsgevolgen) tersebut dapat berupa hal-hal sebagai berikut:
a)      Jika menimbulkan beberapa perubahan hak, kewajiban atau kewenangan yang ada (indien er een verandering optreedt in de bestaande rechten, verplichtingen op bevoegdheid van somigen).
b)      Bilaman menimbulkan perubahan kedudukan hukum bagi seseorang atau objek yang ada (wanner er verandering op treedt in juridische status van een persoon op (van) object).
c)      Bilamana terdapat hak-hak, kewajiban, kewenangan, ataupun status tertentu yang ditetapkan (wanner het bestaan van zekere rechten, verplichtingen, bevoegdheden op status bindend wordt vastgesteld).
Dari uraian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa tindakan atau perbuatan hukum pemerintahan (bestuur rechtshandellngen) akan melahirkan akibat hukum, apakah akibat hukum itu berkenaan dengan penciptaan hubungan hukum baru ataukah perubahan dan pengakhiran hubungan hukum baru.

2. Sifat Tindakan/Perbuatan
            Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa tindakan atau perbuatan pemerintahan adalah suatu tindakan atau perbuatan hukum yang dilakukan oleh pemerintahan dalam rangka menyelenggarakn fungsi atau tugas-tugas pemerintahan. Fungsi dan tugas-tugas pemerintahan ini sangatlah luas dan kompleks sehingga tindakan atau perbuatan hukum pemerintahan pun menjadi beragam dan kompleks pula. Begitu konsep hukum perdata diambil alih dan digunakan dalam konsep hukum administrasi, maka sifat tindakan atau perbuatan hukum itu mengalami perubahan dan perbedaan makna. Dengan syarat-syarat yang disepakati dan bebas dari cacat hukum, seperti: tidak adanya kekhilafan yang terjadi (dwaling), tidak terjadinya penipuan (bedrog) dan tidak adanya paksaan (dwang).
Dengan kata lain,terjadinya persetujuan kedua belah pihak (disebut dengan asas konsensual), adapun dalam konsep hukum administrasi kedudukan kedua belah pihak tidaklah sama dan sederajat atau sejajar, akan tetapi bersifat sub-ordinatif (hubungan hukum atasan dan bawahan). Selain itu, tindakan atau perbuatan hukum pemerintahan pula didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga dengan sendirinya tindakan atau perbuatan hukum tersebut tidak boleh menyimpang atau bahkan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan tersebut.
Dapat disimpulkan bahwa dengan sifat tindakan atau  perbuatan hukum pemerintahan seperti tersebut diatas, sebagaimana dikemukakan oleh A.D. Belifante (ibid: 51) yang menyatakan bahwa suatu tindakan atau perbuatan hukum administrasi berbeda sifatnya dengan tindakan atau perbuatan hukum perdata meskipun namanya sama, akan tetapi jelas berbeda dalam sifat mengikatnya. Bahwa tindakan atau perbuatan hukum administrasi Dapat mengikat warga negara tanpa memerlukan persetujuan dari warga negara yang bersangkutan, sementara dalam tindakan atau perbuatan hukum perdata diperlukan adanya persetujuan atau persesuaian kehendak antara kedua belah pihak atas dasar kebebasan bertindak dari kedua belah pihak atau lebih.

3. Unsur Tindakan/Perbuatan
            Suatu tindakan atau peerbuatan hukum yang dilakukan oleh organ atau badan pemerintahan guna menimbulkan akibat hukum dalam bidang administrasi atau pemerintahan, meminjam pendapat dari Muchsan (1981: 18) yang menyebutkan bahwa terdapat unsure-unsur dari tindakan atau perbuatan hukum pemerintahan, yaitu:
1.      Tindakan atau perbuatan hukum itu dilakukan oleh organ atau badan pemerintahan (aparat pemerintahan) dalam kedudukannya sebagai penguasa (overheid) maupun sebagai alat perlengkapan pemerintahan (bestuursorganen) dengan prakarsa dan tanggung jawab sendiri.
2.      Tindakan atau perbuatan hukum tersebut dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan.
3.      Tindakan atau perbuatan hukum tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk menimbulkan akibat hukum dibidang hukum administrasi.
4.      Tindakan atau perbuatan hukum yang bersangkutan dilakukan dalam rangka pemeliharaan kepentingan negara dan rakyat.
Pada intinya berkenaan dengan tindakan atau perbuatan yang dilakukan baik oleh organ/badan/atau aparat pemerintahan dalam rangka menjalankan fungsi dan tugas pemerintahan serta pemeliharaan kepentingan negara dan rakyat. Dengan kata lain, akibat hukum tertentu itu Dapat berupa perubahan hak, kewajiban, atau kewenangan yang ada. Dari tindakan atau perbuatan hukum pemerintahan itu pula akan mengikat warga masyarakat tanpa memerlukan persetujuan atau persesuaian kehendaak.

4. Jenis Tindakan /Perbuatan
            Bahwa tindakan atau perbuata n hukum pemerintahan merupakan subjek hukum yang mewakili dua kapasitas yang berbeda, yakni tindakan atau perbuatan dalam hukum publik atau hukum privat. Dengan kata lain, tindakan atau perbuatan hukum pemerintahan dilandaskan pada hukum publik sedangkan tindakan atau perbuatan hukun privat adalah tindakan atau perbuatan hukum yang didasarkan pada ketentuan hukum keperdataan atau tindakan hukum privat.
           
            Adanya perbedaan dari tindakan atau perbuatan hukum pemerintahan yang disebabkan oleh karena mewakili dua kapasitas yang berbeda sehingga akan berpengaruh pada kedudukan hukum pemerintahan. Konsekuensi dari pengaturan hukum yang berbeda itu akan melahirkan pula tindakan atau hukum pemerintahan yang berbeda dan dengan akibat hukum yang berbeda pula. Hal itu disebabkan adanya dua macam tindakan atau perbuatan hukum public yakni, tindakan atau perbuatan hukum itu dilaksanakan berdasarkan kewenangan public. Sedangkan tindakan atau perbuatan hukum campuran (tidak murni) adalah suatu tindakan atau perbuatan hukum yang didasarkan pada hukum publik dan sekaligus privat, sehingga perlu kriteria atau klasifikasi hukum pemerintahan itu bersifat murni dan kapan tindakan atau perbuatan hukum itu bersifat campuran atau tidak murni.
            Menurut C.J.N Versteden (1996: 283) bahwa ketika pemerintah terlibat dalam pergaulan keperdataan dan bukan dalam kedudukannya sebagai pihak yang memelihara kepentingan umum , maka jelas pemerintah tidak berbeda dengan pihak swasta yang harus tunduk dan patuh pada hukum privat. Sedangkan Bagir Manan (1996: 27) mengemukakan pendapatnya, bahwa cara lain untuk melakukan pembedaan antara tindakan atau perbuatan hukum pemerintahan yang berlandas pada hukum publik ataukah pada hukum privat, yakni dengan melihat tindakan atau perbuatan hukum pemerintahan tersebut sebagai overhead(penguasa) yang memiliki kewenagan pemerintahan dan sebagai lichaam (badan hukum) yang semata-mata bertindak sebagai pendukung hak dan kewajiban.
            Negara dan daerah merupakan sebuah badan hukum public (publiek rechtspersoon), dimana pemerintah bertindak sebagai pengurus atau penyelenggara Negara dan daerah sehingga pemerintah mempunyai dua kualitas sekaligus, yakni sebagai penguasa dan sebagai badan/ organ. Sebagai organ , pemerintah tentu melaksanakan kewenangan atau fungsi dan tugas-tugas yang diatur dalam ketentuan public. Sedangkan sebagai organ, pemerintah dan daerah bertindak sebagai wakil dari badan hukum public.
            A.F.A Korsten dan F.P.C.L Tonnaer dalam Ridwan HR.(2011: 117)  mengemukakan bahwa tindakan atau perbuatan hukum public yang dilakukan oleh pemerintah dalam menjalankan fungsi dan tugas pemerintahannya, dapat dibedakan dalam tindakan atau perbuatan hukum public yang bersifat sepihak dan tidak banyak pihak.
            Cara untuk menentukan apakah tindakan atau perbuatan pemerintahan  itu diatur oleh hukum privat atau hukum publik ialah dengan melihat kedudukan hukum (rechtspositie, legal status) dari pemerintah dalam menjalankan tindakan atau perbuatan tersebut.

5. Karakteristik Tindakan/Perbuatan
            Sifat dari tindakan atau perbuatan hukum dibagi menjadi dua pandangan atau perndapat, yaitu perbuatan hukum pemerintahan itu selalu bersifat sepihak atau hubungan hukum yang bersegi satu (eenzidige). Dan ada yang menyatakan bahwa terdapat suatu tindakan atau perbuatan hukum yang bersifat segi dua (tweezijdige) yang diatur berdasarkan hukum public.
            Menurut W.F Prins (1983: 58) yang lebih lazim terjadi dala tindakan atau perbuatan hukum pemerintahan, yaitu sering kali pernyataan kehendak pemerintah dijadikan titik berat dalam pelaksanaannya, sedangkan kegiatan pihak yang bersangkutan yang melahirkan awal usahanya menjadi tergeser kebelakang sekalipun kemudian ditentukan pihak yang bersangkutan harus menyetujui penawaran yang diberikan oleh pemerintah kepadanya.Berdasarkan konsepsi Negara hukum, maka tindakan atau perbuatan hukum pemerintahan haruslah senantiasa didasarkan pada aturan hukum yang menjadi landasan operasionalnya.
Dalam Hukum administrasi dikemukakan, bahwa hubungan hukum (rechtsbetrekking) antara pemerintah, dalam kapasitasnya sebagai wakil dari jabatan pemerintahan dan bukan dalam kapasitasnya selaku wakil dari badan hukum pemerintahan, dengan seseorang atau badan hukum perdata tidaklah berada dalam kedudukan hukum yang sejajar. Kedudukan hukum pemerintahan yang demikian tidaklah dimiliki oleh seseorang atau badan huum perdata, sehingga menyebabkan hubungan hukum yang timbul antar pemerintah selaku penguasa (overheid) dan seseorang dengan badan hukum perdata bersifat sub-ordinatif  atau hubungan hukum atasan dan bawahan.
Meskipun hubungan hukum antara pemerintah dan masyarakat bersifat sub-ordinatif, dalam arti hubungan hierarkis namun pemerintahan tidka dapat melakukan tindakan atau perbuatan hukum secara bebas dan sewenang-wenang terhadap warga masyarakat. Adanya suatu kepentingan dan kebutuhan bersama yang dirasakan dalam menyelenggarakan fungsi dan tugas pemerintahan serta sejalan aspek kepentingan dan kebutuhan masyarakat memungkinkan pemerintah untuk melakukan hubungan hukum yang bersifat dua pihak (tweezijdig) atau lebih.Tetapi, pada kenyataannya, tidak semua urusan pemerintah dapat diselenggarakan sendiri oleh organ pemerintah yang diberikan kewenangan untuk menjalankan tugas dan urusan tersebut, serta tidak semua tugas dan urusan pemerintah dapat dijalankan secara bersama-sama dengan organ pemerintahan lainnya.
E.Utrecht (1988 :86) menyebutkan ada beberapa cara dalam pelaksanaan urusan pemerintahan, yaitu :
1.      Yang bertindak ialah administrasi Negara sendiri.
2.      Yang bertindak ialah subjek hukum (=badan hukum) lain yang administrasi Negara dan yang mempunyai hubungan istimewa atau hubungan biasa dengan pemerintah.
3.      Yang bertindak adalah subjek hukum lain yang tidak termasuk administrasi Negara dan yang menjalankan pekerjaannya berdasarkan suatu konsesi atau berdasarkan izin (vergunning) yang diberikan oleh pemerintah.
4.      Yang bertindak adalah subjek hukum lain yang tidak termasuk administrasi Negara dan yang diberikan subsidi pemerintah.
5.      Yang bertindak adalah pemerintah bersama-sama dengan subjek hukum lain yang bukan administrasi Negara dan kedua belah pihak itu bergabung dalam bentuk kerja sama yang diatur oleh hukum privat.
6.      Yang bertindak adalah yayasan yang didirikan oleh pemerintah atau diawasi oleh pemerintah.
7.      Yang bertindak ialah subjek hukum lain yang bukan administrasi Negara tetapi diberi suatu kekuasaan pemerintah (delegasi perundang-undangan).

Peran dan fungsi serta tugas-tugas pemerintah dapat pula dilakukan atau diselenggarakan oleh pihak swasta demi untuk menyelenggarakan urusan pemerintah itu secara efektif dan efisien,Namun tanggung jawab utama tetap pemerintah.


INSTRUMEN (SARANA) PEMERINTAHAN

Instrumen atau sarana pemerintahan merupakan bagian dari instrument penyelenggaraan pemerintahan Negara dalam arti luas. Dalam pelaksanaan berbagai fungsi dan tugas pemerintahan itu, maka organ atau badan pemerintahan memiliki atau mempunyai kewenangan untuk dapat menggunakan berbagai jenis instrumen atau sarana pemerintahan yang diwujudkan dalam suatu tindakan atau perbuatan pemerintahan.Tindakan atau perbuatan pemerintah dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Tindakan atau perbuatan yang membawa akibat hukum (rechts handelingen)
2. Tindakan/ perbuatan yang tidak membawa akibat hukum (feitelijke hendelingen)
           
            Setiap bentuk atau perbuatan hukum pemerintah selalu disertai dengan instrumen pemerintahan sebagai sebuah sarana atau alat untuk memudahkan perlaksanaan berbagai fungsi dan tugas pemerintahan. Dengan dibolehkannya pemerintah untuk dapat menggunakan instrumen atau sarana yang ada pada hukum privat (keperdataan), maka pelaksanaan fungsi dan tugas pemerintahan dapat dilakukan secara efisien dan efektif.
            Penggunaaan instrumen atau sarana pemerintahan oleh pemerintah menjadi pusat sangat penting dan menentukan dalam pelaksanaan berbagai fungsi dan tugas pemerintahan. Penggunaannya harus diserta wewenang sehingga menjadi suatu parameter atau indicator yang dapat digunakan untuk mengukur atau menilai.

1. INSTRUMEN HUKUM PUBLIK
             Penggunaaan instrumen (sarana) hukum publik dalam penyelenggaraan pemerintahan merupakan suatu kewajiban dasar atau utama untuk mengukur apakah suatu tindakan atau perbuatan dimilikinya ataukah tidak. Instrumen  hukum publik tidak hanya meliputi pembuatan perundang –undangan (regeling) semata, namun berkait dengan pembuatan keputusan atau ketetapan pemerintahan (beschikking), peraturan kebijakan (beleidsregels, pseudo wetgeving), penetapan rencana-rencana pemerintahan (het plan), dan perizinan (vergunning).
            Adanya penggunaan instrumen hukum publik sebagai karakter utama dari suatu tindakan atau perbuatan pemerintahan memberikan dasar bagi pemerintahan berupa wewenang publik untuk melaksanakan berbagai fungsi dan tugasnya.

1.1. Peraturan  (Regeling)
            Instrumen hukum publik berupa penggunaan peraturan perundang-undangan dan keputusan pemerintahan yang memuat pengaturan bersifat umum, memegang peran yang sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Hampir semua tindakan pemerintahan atau perbuatan hukum pemerintahan diwujudkan melalui instrumen peraturan perundang –undangan maupun keputusan yang bersifat mengatur tersebut, tidak lain didasarkan pada adanya pendelegasian pengaturan kepada pemerintah untuk mengatur lebih lanjut norma yang ada dalam peraturan tersebut.
            Adanya rumusan norma undang-undang yang memeberikan perintah kepada pemerintahan untuk mengatur lebih lanjut apa yang diperintahakan tersebut memeberikan atau menjadi dasar wewenang bagi pemerintahan untuk selanjutnya membuat norma pengaturan  lebih lanjut.Sedangkan , kalau rumusan normanya pemerintah, maka pengaturan normanya lebih lanjut tidak harus diatur dalam peraturan pemerintahan secara tersendiri tetapi dapat tersebar dalam berbagai peraturan pemerintahan lainnya.
            Dalam kepustakaan hukum tata Negara dan hukum administrasi dijelaskan tentang pengertian apa yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan, yakni berupa peraturan tertulis yang dibuat atau dibentuk oleh lembaga atau badan Negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum.Pembuatan suatu peraturan (regeling) lanjutna oleh pemerintahan haruslah sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan untuk itu. Dikatakan oleh Hans Kelsen (1995) dan Stufenbau bahwa pembentukansuatu aturan haruslah didasarkan kepada suatu hierarki atau tingkatan peraturan atau jenjang norma hukum sehingga tidak terjadi adanya tumpang-tidih pengauran yang akan dilakukan. Adapun materi muatan yang terkandung dalam peraturan perundang-undangan ialah materi muatan yang memuat atau berisikan rumusan norma yang menjadi jabaran dari norma yang lebih tinggi derajatnya atau hierarkinya.
            Penggunaan instrumen pemerintahan berupa peraturan perundang-undangan (regelingen) oleh pemerintah merupakan hal yang sangat penting dan sekaligus memberi bentuk hukum pada berbagai tindakan atau perbuatan hukuk pemerintahan tersebut. Peran dan fungsi dari peraturan  sebagai salah satu instrumen pemerintahan yang utama sangatlah menentukan dalam penyelengaraan pemerintahan.
            Peraturan tidak hanya memberi atau menjadi dasar bagi tindakan atau perbuatan pemerintahan namun sekaligus juga memberi batasan pada tindakan atau perbuatan pemerintahan tersebut.

1.2. Ketetapan atau Keputusan Pemerintahan (Beschikking)
            Istilah Ketetapan atau keputusan pemerintahan atau lazimnya sering kali disebut dengan istilah keputusan pemerintahan merupakan instrumen penting yang digunakan oleh pemerintahan dalam mewujudkan suatu tindakan atau perbuatan hukum pemerintahan (bestuurs rechtshandelingen).Sedangkan menurut sejarahnya, istilah ketetapan atau keputusan ini pertama kali diperkenalkan oleh seorang sarjana jerman bernama Otto Meyer dengan memberikan nama atau istilah verwaltungsakt, kemudian diperkenalkan secara luas sehingga sampai di Belanda dengan sebutan nama beschikking. Di Indonesia, istilah ketetapan atau keputusan diperkenalkan pertama kali oleh WF.Prins. Kemudian dari istilah beschikking ini ada yang menerjemahkannya dengan istilah ketetapan seperti yang ditulis dalam bukunya WF.Prins, Philipus M. Hadjon, dan SF.Marbun.
            Pembuatan atau pembentukan suatu keputusan pemerintahan haruslah sesuai dengan sisi kewenangan dan tujuan yang ingin dicapai. Dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan konsep dan terminologi dari suatu ketetapan atau keputusan pemerintahan sering sekali digunakan dalam berbagai arti.Sebagaimana dikemukakan oleh Van Wijk/Willem Konijnenbelt(1995:202), bahwa keputusan pemerintahan yang dimaksudkan untuk hal yang bersifat konkret dan individual ( tidak ditujukan untuk umum) dan sejak daulu telah dijadikan sebagai instrument (sarana) yuridis pemerintahan yang utama. Adapun menurut Van der Pot dan Van Vollenhoven (1989) yang menyatakan bahwa keputusan atau ketetapan adalah suatu tindakan atau perbuatan hukum yang bersifat sepihak dalam bidang pemetintahan,dilakukan oleh suatu organ atau badan pemerintahan berdasarkan wewenang yang luar biasa.
            Pandangan dari P.de Haan dkk (1986:17), memperjelas keberadaan dari sebuah ketetapan dari sebuah ketetapan atau keputusan dengan memberikan penegasan bahwa yang dimaksud dengan ketetapan atau keputusan administrasi (pemerintahan) merupakan bagian dari tindakan atau perbuatan pemerintahan yang paling banyak muncul dan paling banyak dipelajari.

            Pengertian umum keputusan atau ketetapan adalah pernyataan kehendak dari organ atau badan pemerintahan untuk melaksanakan hal khusus, dan ditujukan untuk menciptakan hubungan hukum baru, serta melakukan perubahan atau menghapus hubungan hukum yang telah ada. Dalam perngertian lain juga dikemukakan, bahwa keputusan atau ketetapan adalah suatupernyataan kehendak yang disebabkan adanya surat permohonan yang diajukan, atau setidak-tidaknya keinginan atau keperluan yang dinyatakan.
            Keputusan atau ketetapan pemerintah adalah keputusan keputusan hukum public yang bersifat konkret dan individual, dimana keptsan atau ketetapan itu berasal dari organ atau badan pemerintahan dan yang didasarkan  pada kewenangan hukum publik serta dibuat untuk satu atau lebih individu dan berkenaan dengan satu atau lebih perkara atau keadaan.

            1.2.1 Unsur-Unsur Keputusan/Ketetapan
            Unsur yang terdapat dalam sebuah keputusan atau ketetapan pemerintah (beschikking) yakni :             a.Adanya pernyataan kehendak secara sepihak
                                    b.Dikeluarkan oleh organ atau badan pemerintahan
                                    c.Didasarkan pada kewenagan hukum public
                                    d.Ditujukan untuk hal khusus atau peristiwa konkret dan individual
e.Serta dengan maksud untuk menimbulkan adanya akibat hukum dalam bidang pemerintahan.
            Unsur-unsur keputusan atau ketetapan pemerintah oleh pasal 2 UU Administrasi Belanda (AwB) adalah :
            a. Suatu pernyataan kehendak secara tertulis
b. Diberikan berdasarkan kewajiban atau kewenangan dari hukum tata Negara dan hukum administrasi.
            c. Bersifat sepihak
            d. Dengan mengecualikan keputusan yang bersifat umum.
e. Dimaksudkan untuk menetukan, menghapus,atau mengakhiri hubungan  hukum bari yang elah dibentuk atau ynag sudah ada.
f. Berasal dari organ atau badan pemerintahan.

Bila mana dibandingkan dengan pengertian sebagaiman diatur dalam ketentuan pasal 1 angka 3 UU Nomor 5 Tahun 1986 jo. UU NOmor 51 Tahun1999 tentang peradilan Tata Usaha Negara (PTUN),dirumuskan secara jelas apa yang dimaksudkan dengan keputusan atau ketetapan pemerintahan , yakni suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan/atau pejaat tata usaha yang berdasarkan peraturan perundang-undangan berlaku.
Berdasarkan uraian pengertian diatas, maka unsur-unsur dari suatu keputusan atau ketetapan pemerintahan dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Penetapan tertulis
2.Dikeluarkan oleh badan/pejabat tata usaha Negara
3.Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
4.Bersifat konkret, individual,dan final.
5.Menimbulkan akibat hukum
6.Seseorang atau badan hukum perdata

1.2.1.1. Penetapan Secara Tertulis
            Dalam Keputusan hukum administrasi secara tertuli das tegas dan dijelaskan, bahwa baik secara teoritis maupun konseptual adanya satu hubungan hukum publik yang terjadi antara pemerintah denga warga masyarakat senantiasa hubungan hukumnya bersifat sepihak atau bersegi satu. Hubungan hukum publik berbeda halnya dengan hukum privat dalam bidang hukum keperdataan yang selalu bersifat dua pihak (tweezijdige) atau lebih. Untuk itu ketika pemerintah dihadapkan pada sebuah peristiwa konkret dimana pemerintah diharuskan memiliki suatu motivasi dan keinginan untuk menyelesaikan peristiwa tersebut, maka pemerintah diberikan kewenangan untuk mengambil atau melakukan suatu tindakan atau perbuatan hukum secara sepihak dengan menuangkan motivasi dan keinginannya tersebut dalam bentuk suatu keputusan atau ketetapan pemerintahan. Dapat di simpulkan bahwa tindakan atau perbuatan hukum pemerintahan adalah perbuatan hukum publik yang selalu bersifat sepihak adanya sehingga ketetapan atau keputusan pemerintahan itu merupakan hasil dari tindakan atau perbuatan sepihak permerintah selaku penguasa yang dituang kan dalam bentuk tertulis.
            Soehardjo dan Ridwan HR.(2011:146) dengan jelas menyatakan , bahwa keputusan tata usaha Negara (TUN) merupakan keputusan sepihak dari organ atau badan pemerintahan. Sepihak oleh karena pemerintahan memutuskan untuk melakukan tindakan atau perbuatan hukum itu sepihak, dalam arti tanpa persetujuan denga pihak lainnya,Huisman dan Ridwan HR (Ibid).
            Adanya pernyataan kehendak sepihak oleh pemerintah yang kemudian dituangkan dalam satu keputusan atau ketetapan secara tertulis sering kali timbul dalam dua bentuk kemungkinan, uakni keputusan atau ketetapan yang dibuat ditujukan tidak hanya untuk berlaku kedalam (naar binnen gericht), dan keputusan atau ketetapan yang ditujukan pula berlaku untuk ke luar (naar buiten gericht). Lalu dikenal pula dua jenis keputusan atau ketetapan pemerintahan, yakni keputusan atau ketetapan intern( interne beschikking), dan keputusan atau ketetapan ekstern (externe beschikking).
            Dalam bagian penjelasan ketentuan pasal 1 angka 3 UU No.5 tahun 1986 tentang PTUN dijelaskan bahwa istilah penetapan tertulis tidak hanya kepada suatu bentuk keputusan atau ketetatan, namun juga berupa isi dari keputusan atau ketetapan yang dikeluarkan oleh badan/pejabat tata usaha (TUN) tersebut.
            Adanya persyaratan secara tertulis terhadap setiap bentuk keputusan atau ketetapan pemerintahan, tidak lain dimaksudkan untuk mempermudah dari segi pembuktian nantinya bilamana hal tersebut digugat didepan peradilan tata usaha negara (Administrasi). Penjelasan ketentuan pasal 3 ayat (2) ketentuan tersebut diatas, disebutkan bahwa badan/atau pejabat tata usaha negara yang menerima permohonan dianggap telah mengeluarkan suatu keputusan atau ketetapan yang berisi penolakan permohonan tersebut, apabila tenggang waktu yang ditetapkan telah lewat  dan badan/atau pejabat tata usaha negara itu bersikap diam dan tidak memberikan tanggapan atau tidak melayani pernohonannya yang diterimanya.

1.2.1.2. Dikeluarkan Oleh Pemerintah
Telah diuraikan bahwa tindakan atau perbuatan hukum yang dilakukan oleh pemerintahan dengan menggunakan sarana atau instrumen keputusan atau ketetapan (beschikking) sudah merupakan kegiatan yang sudah lazim sifatnya. Tetapi ketetapan atau keputusan yang dikeluarkan oleh organ-organ kenegaraan tidak termasuk dalam kategori pengertian beschikking berdasarkan konsep administrasi.
Pasal 1 angka 1 UU No.5 Tahun 1986 tentang PTUN, diberikan pengertian bahwa yang dimaksud dengan pemerintahan atau tata usaha negara ialah administrasi yang melakukan atau melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah.Urusan pemerintahan ialah kegiatan-kegiatan yang bersifat eksekutif.
Dalam kepustakan hukum administrasi disebutkan pula bahwa kata pemerintahan diartikan sama dengan kekuasaan eksekutif. Artinya, bahwa pemerintahan merupakan bagian dari fungsi pemerintahan, selain organ dan fungsi pembuatan undang –undang dan peradilan.
Dalam praktik sering kali dapat dilihat betapa beragamnya badan/organ pemerintahan dan/atau yang dipersamakan dengan organ pemerintahan, sehingga luas lingkup pengertian yang dikandung dari istilah badan/atau pejabat tata usaha negara memiliki cakupan pengertian yang sangat luas.

1.2.1.3. Berdasarkan Peraturan yang Berlaku
            Telah disebutkan diatas bahwa keputusan atau ketetapan pemerintahan merupakan hasil dari suatu tindakan atau perbuatan hukum pemerintahan. Dalam konsepsi negara hukum, setiap tindakan atau perbuatan hukum pemerintah harus selalu didasarkan kepada asas legalitas yang bearti, bahwa pemerintah dalam setiap tindakan atau perbuatannya yang harus selalu tunduk dan patuh kepada ketentuan hukum atau secara undang-undang.
            Dalam kepustakaan hukum tata negara dan hukum administrasi secara tegas diberikan pengertian, bahwa esensi dari asas legalitas tidak lain adalah wewenang, yakni kemampuan untuk melakukan suatu tindakan atau perbuatan hukum tertentu. H.D Stout (1994:102) dijeleaskan bahwa wewenang adalah pengertian yang berasal dari hukum organisasi pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan dengan perolehan dan penggunaan wewenang pemerintahan oleh subjek hukum publik dalam hubungan hukum publik.
            Setiap pembuatan atau pembentukan dan penerbitan seuatu keputusan atau ketetapan pemerintahan haruslah di dasarkan pada ketentuan hukum khususnya pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kepustakaan hukum administrasi dijelaskan pula bahwa suatu badan/atau organ pemerintahan dan/atau organ lainnya dapat pula menerbitkan atau membuat suatu keputusan atau ketetapan pemerintahan, bilamana badan.atau organ tersebut memperoleh kewenangan untuk membuat suatu keputusan atau ketetapan pemerintahan melalui tiga cara, yakni atribusi (pemberian wewenang), delegasi (terjadi pelimpahan wewenang), dan pemberian mandat (bertindak untuk dan atas nama pemegang wewenang)

1.2.1.4. Bersifat Konkret dan Individual
            Dalam konsep hukum administrasi dijelaskan bahwa norma hukum yang terdapat dalam sebuah keputusan atau ketetapan ialah bersifat konkret dan individual. Dalam arti, bahwa norma hukum keputusan atau ketetapan itu hanya ditujukan kepada peristiwa konkret dan nyata, tertentu atau dapat ditentukan. Dalam ketentuan Pasal 1 angka 3 UU No.5 Tahun 1986 tentang PTUN disebutkan, bahwa keputusan atau ketetapan memiliki sifat konkret, individual,dan final.
            Sifat individual dari suatu keputusan atau ketetapan, artinya keputusan atau ketetapan tersebut tidak ditujukan untuk umum, tetapi tertentu baik alamat maupun hal yang dituju. Adapun sifat final, artinya keputusan atau ketetapan itu sudah definitif dan tidak lagi memerlukan persetujuan lanjutan sehingga sudah dapat menimbulkan akibat hukum.
            Dapat disimpulkan bahwa keputusan atau ketetapan yang bersifat konkret, individual dan final berbeda dengan peraturan (regeling) yang normanya besifat umum dan abstrak.

1.2.1.5. Menimbulkan Akibat Hukum
            Dengan ditetapkannya sebuah keputusan atau ketetapan oleh pemerintah yang merupakan wujud konkret dari suatu tindakan atau perbuatan hukum pemerintahan maka tentu akan menimbulkan suatu akibat hukum tertentu. Meskipun diketahui bahwa pemerintah dapat pula melakukan suatu tindakan atau perbuatan hukum pemerintahan malalui ketentuan dalam hukum privat, namun dalam pembahasan ini hanya dibatasi pada tindakan atau perbuatan hukum pemerintahan yang bersifat hukum publik. Menurut J.B.J.M. Ten Berge (1995:142), bahwa tindakan atau perbuatan hukum yang bersifat hukum publik hanya dapat lahir dari kewenangan yang bersifat hukum public.
            Terlihat bahwa keputusan atau ketetapan (beschikking) merupakan instrumen atau sarana yang digunakan oleh organ atau badan pemerintahan  dalam bidang hukum publik dan digunakan untuk menibulkan akibat-akibat hukum tertentu.
            Akibat hukum yang lahir dari suatu tindakan atau perbuatan hukum pemerintahan yang ditandai dengan lahirnya atau dikeluarkannya keputusan atau ketetapan (beschiking)  pemerintahan maka tentunya akan melahirkan suatu hubungan hukum baru berupa penegasan akan hak dan kewajiban dari subjek hukum tertentu.

1.2.1.6. Seseorang atau Badan Hukum Perdata
            Dalam interaksi atau lintas pergaulan hukum (rechtsverkeer) khususnya dalam bidang hukum privat atau keperdataan, dikenal dengan istilah subjek hukum yakni pemangku atau pendukung hak dan kewajiban. Dalam konsep hukum privat atau keperdataan, seseorang dinyatakan tidak mampu atau tidak cakap berbuat atau bertindak secara hukum di kualifikasi sebagai sebjek hukum.
            Ketetapan atau keputusan sebagai wujud hukum dari suatu tindakan atau perbuatan hukum publik sepihak dari organ atau badan pemerintahan dan tidak hanya ditujukan kepada subjek hukum. Sedangkan, ketetapan atau keputusan yang dikeluarkan dalam rangka pembentukan organ-organ pemerintahan tidak termasuk dalam kategori pengertian ketetapan atau keputusan pemerintahan atau usaha negara berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam UU Nomor 5 Tahun 1986 jo. Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).
            Badan hukum keperdataan dalam keadaan dan alasan tertentu dapat dikualifikasi sebagai badan/atau organ pemerintahan khusunya ketika sedang menjalankan salah satu fungsi dan tugas pemerintahan. Menurut Indroharto (1993:177), badan hukum yang dimaksud ialah murni badan/atau organ dalam pengertian hukum perdata yang diberikan status kedudukan sebagai badan hukum.

            1.2.2. Jenis Ketetapan atau Keputusan Pemerintahan
            Dalam kepustakaan hukum administrasi dijelaskan secara teoritis, bahwa terdapat berbagai jenis keputusan atau ketetapan yang dikenal dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan, seperti keputusan yang bersifat deklaratoir dan konstitusif. Ketetapan atau keputusan yang bersifat deklaratoir, adalah suatu ketetapan atau keputusan yang dimaksudkan dengan menetapkan mengikatnya suatu hubungan hukum atau keputusan yang maksudnya mengakui adanya suatu hak yang telah ada sebelumnya. Sedangkan, keputusan atau ketetapan yang bersifat konstitusif adalah keputusan yang melahirkan atau menghapuskan suatu hubungan hukum atau keputusan yang menimbulkan suatu hak baru yang sebelumnya tidak dipunyai oleh seorang yang namanya tercantum dalam ketetapan atau keputusan tersebut. Ketetapan atau keputusan yang bersifat konstitutif dapat berupa hal-hal sebagai berikut :
a. Keputusan atau ketetapan yang meletakkan kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
b. Keputusan atau ketetapan yang memberikan status pada seseorang, lembaga, atau perusahaan dan oleh karena itu seseorang atau perusahaan itu dapat menerapkan aturan hukum.
c. Keputusan atau ketetapan yang meletakkan prestasi atau harapan pada tindakan atau perbuatan pemerintah , seperti subsidi atau bantuan sosial.
d. Keputusan atau ketetapan yang mengizinkan sesuatu yang sebelumnya tidak diizinkan.
e. Keputusan atau ketetapan yang menyetujui atau membatalkan berlakunya ketetapan atau keputusan organ atau badan yang lebih rendah seperti pengesahan atau persetujuan.
            Dikenal pula ketetapan atau keputusan yang bersifat menguntungkan dan memberikan beban. Ketetapan atau keputusan yang bersifat menguntungkan artinya ketetapan atau keputusan tersebut memberikan adanya suatu hak atau memberikan kemungkinan untuk memperoleh sesuatu tanpa adanya ketetapan atau keputusan itu tidak akan ada.
            Selain itu,ada ketetapan yang bersifat eenmalig dan permanen. Ketetapan yang bersifat eenmalig adalah ketetepan yang hanya berlaku sekilas atau ketetapan sepintas lalu atau ketetapan yang bersifat kilat (vluctige beschikking ). Sedangkan ketetapan yang bersifat permanen adalah ketetapan yang memiliki masa berlaku yang sama.
            Dikenal pula ketetapan atau keputusan yang bersifat bebas dan terikat. Ketetapan atau keputusan yang bersifat bebas adalah ketetapan yang didasarkan pada kebebasan bertindak yang dimiliki oleh pemerintah yang dikenal dengan istilah diskresi ( discretionary powers), sedangkan ketetapan atau keputusan yang bersifat terikat artinya ketetapan ini hanya melaksanakan ketentuan yang sudah ada tanpa adanya ruang kebebasan bagi pejabat yang bersangkutan dalam melakukan sesuatu tindakan atau perbuatan hukum pemerintahan.
            Ketetapan yang bersifat positif adalah ketetapan yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi yang dikenai ketetapan, sedangkan ketetapan yang bersifat negatif adalah ketetapan yang tidak menimbulkan perubahan keadaan hukum yang telah ada. Ketetapan positif terbagi menjadi lima golongan, yakni :
1. Keputusan yang melahirkan keadaan hukum baru
2. Keputusan yang melahirkan keadaan hukum baru bagi obyek tertentu
3. Keputusan yang menyebabkan berdirinya atau bubarnya badan hukum
4. Keputusan yang membebankan kewajiban baru kepada seseorang atau beberapa orang. dan
5. Keputusan yang memberikan hak baru kepada seseorang atau beberapa orang.
            Keputusan yang bersifat perorangan dan kebendaan. Ketetapan atau keputusan  yang bersifat perorangan adalah ketetapan yang diterbitkan berdasarkan kualitas pribadi di orang tertentu. Sedangkan keputusan yang bersifat kebendaan adalah ketetapan atau keputusan yang diterbitkan atas dasar kualittas kebendaan.

1.2.3. Syarat Pembuatan Keputusan Pemerintahan
 Dalam kepustakan hukum administrasi di jelaskan bahwa dalam pembuatan atau pembentukan suatu keputusan atau ketetapan pemerintahan haruslah memperhatikan beberapa persyaratan agar keputusan atau ketetapan tersebut menjadi sah menurut hukum (rechmatig).
Syaratnya mencakup syarat material dan formal. Syarat material, yakni organ atau badan pemerintahan yang membuat ketetapan itu haruslah berwenang untuk melakukan tindakan atau perbuatan hukum tersebut.adapun syarat formalnya dari suatu ketetapan atau keputusan yakni, bahwa syarat-syarat yang ditentukan berhubungan dengan persiapan dibuatnya ketetapan dan berhubungan pula dengan cara dibuatnya ketetapan atau keputusan tersebut.
Apabila syarat material dan formal dalam pembentukan atau pembuatan suatu ketetapan atau keputusan itu telah terpenuhi , maka dapat dinyatakan bahwa ketetapan atau keputusan tersebut absah menurut hukum (rechtsgeldig).
A.M Donner dalam Utrecht (1988:114) mengemukakan , bahwa akibat dari suatu ketetapan atau keputusan yang tidak abash dapat berlaku:
1. Ketetapan itu harus dianggap batal sama sekali.
2. Berlakunya ketetapan itu dapat digugat.
    a. Dalam Banding (beroep)
b. Dalam pembatalan oleh jabatan (amtshalve vernietiging) karena bertentangan dengan undang-undang;dan
c. Dalam penarikan kembali (intrekking) oleh kekuasaan yang berhak (competent) mengeluarkan ketetapan itu.
3. Dalam melakukan ketetapan tersebut, sebelum dapat berlaku memerlukan persetujuan (peneguhan) suatu badan pemerintahan yang lebih tinggi, maka persetujuan tidak diberikan.
4. Ketetapan itu diberi tujuan lain dari pada tujuan permulaannya (conversie).

Suatu ketetapan atau keputusan yang absah adanya tidak dengan sendirinya dapat berlaku, oleh karena untuk berlakunya suatu ketetapan atau keputusan haruslah memperhatikan tiga hal :
Pertama, jika berdasarkan peraturan dasarnua terhadap ketetapan atau keputusan itu tidak memberi kemungkian mengajukan permohonan anding bagi aang dikenai ketetapan, maka ketetapan itu mulai berlaku sejak saat diterbitkan (ex-nunc).
Kedua, jika berdasarkan peraturan dasarnya terdapat kemungkinan untuk mengajukan banding terhadap ketepatan yang bersangkutan , maka keberlakuan ketetapan atau keputusan itu tergantug dari proses banding itu. Kranenburg dan Vegting dalam Ridwan HR.(2011:164) menyebutkan ada empat cara untuk mengajukan permohonan banding terhadap suatu keputusan atau ketetapan, yaitu:
a. Pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan pembatalan keputusan ketetapan pada tingkat banding, dimana kemungkinan itu ada.
b. Pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan kepada pemerintah supaya keputusan atau ketetapan itu di batalkan.
c. pihak yang dikenai keputusan atau ketetapan itu dapat mengajukan masalahnya kepada hakim biasa agar keputusan atau ketetapan itu dinyatakan batal karena bertentangan dengan hukum.
d.Pihak yang dikenai keputusan atau ketetapan itu dapat mengajukan gugatan, apabila karena tidak memenuhinya keputusan atau ketetapan itu, berusaha untuk memperoleh keputusan dari hakim seperti yang dimaksud dalam poin c

Ketiga, jika keputusan atau ketetapan itu memerlukan pengesahan dari organ pemerintahannya yang lebih tinggi, maka keputusan atau ketetapan itu mulai berlaku setelah mendapatkan pengesahan.
Ketetapan atau keputusan yang sah dan telah berlaku dengan sendirinya memiliki kekuatan hukum formal (formeel rechtskracht) dan kekuatan hukum material (materiele rechtskracht).
Keputusan atau ketetapan yang absah dan sudah  dinyatakan dapat berlaku, disamping mempunyai kekuatan hukum formal dan material, juga akan melahirkan suatu prinsip praduga rechmatig. Konsekuensi adanya praduga rechtmatig ialah bahwa pada dasarnya suatu keputusan ketetapan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah tidak dapat ditunda pelaksanaannya meskipun terdapat keberatan (bezwaar), banding (beroep), perlawanan (bestreden)  atau gugatan terhadap suatu keputusan atau ketetapan tersebut.
Dengan kata lain, keberadaan praduga rechtmatig berkaitan erat pula dengan asas kepastian hukum (rectszekerheid) yang terdapat dalam asas-asas umum pemerintahan yang pantas atau layak. SF. Marbun.(1997:364), mengemukakan bahwa asas kepastian hukum itu menghendaki dihormatinya hak yang telah diperoleh seseorang berdasarkan suatu keputusan atau ketetapan yang dikeluarkan oleh badan/atau pemegang atau pemangku jabatan (pejabat) pemerintahan.
Tidak adanya atau kurangnya kepercayaan masyarakat yang diakibatkan oleh karena tidak adanya kepastian hukum dalam suatu tindakan atau perbuatan hukum pemerintahan, maka tentu warga masyarakat selalu akan meragukan setiap tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh badan/atau pejabat pemerintah. Setiap keputusan atau ketetapan yang telah dikeluarkan sudah dianggap absah menurut hukum, tetapi didalam praktik hampir semua surat ketetapan atau keputusan terdapat klausula pengaman (veiligheidsclausule).



1.3. Peraturan Kebijakan (Beleidsregels)
            Istilah “peraturan kebijakan” bersumber dari istilah yagn dikembangkan dalam hukum administrasi di Belanda. Oleh J.H. Van Kreveld (1983:3) disebut atau dinamakan dengan istilah “beleidsregel”,”bestuursregel”.atau “beleidslijnen”.
            Menurut J.H.Van Kreveld (1983: 3), Konsep “beleidsregels” merupakan salah satu aturan hukum yang banyak dijumpai dalam praktik penyelengaraan pemerintahan di Belanda, terutama pada berbagai bentuk  peraturan tertulis yang dikenal dengan berbagai penamaan atau sebutan.
            Karakteristik utama dari konsep “beleidsregels” ialah penaturannya tidak secara tegas diperintahkan dalam peraturan perundang-undangan, ada semacam atribusi kewenangan reglementer dari peraturan perundang-undangan kepada pemegang atau pemangku jabatan (pejabat) pemerintahan atau badan (organ) pemerintahan untuk mengeluarkan dan menerapkan yang namanya beleidsregels.
            Tujuan utama pembentukan peraturan kebijakan (beleidsregels), ialah untuk memberikan arahan (petunjuk,pedoman) kepada pejabat bawahan pemerintahan agar lancar dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya. Dengan adanya peraturan kebijakan (beleidsregels) tersebut dapat pula mengisi kekosongan aturan-aturan hukum dalam keadaan yang mendesak dan bersifat darurat, atau setidaknya untuk melengkapi dan menyempurnakan ketentuan yang dinilai sudah tidak lagi dengan tuntutan kebutuhan akan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan sesuai pula dengan sisi kepentingan dan kebutuhan warga masyarakat.
            Dalam kepustakaan hukum  administrasi dikenal ada dua tipe ruang pertimbangan atau “beoordelingsruimte”, yakni : “objectieve beoordelingsruimte”, dan “subjectieve beoordelingsruimte. Pengertian dari objectieve beoordelingsruimte mengandung maksud atau makna adanya ruang pertimbangan (kebijakan) yang bersifat interpretasi yang diberikan oleh pembentuk undang-undang kepada pejabat atau badan (organ) pemerintahan untuk melaksanakan suatu tindakan atau perbuatan hukum publik menurut situasi,kondisi, dan obyek permasalahan yang obyektif.
            Sebaliknya, pada subjectieve beoordelingsruimte mengandung pengertian adanya ruang pertimbangan (kebijakan) yang bersifat umum dan bebas dan bebas, semata-mata didasarkan pada pertimbangan (kebijakan)  subjektif atau inisiatif dari pejabat atau badan
(organ) pemerintahan.
            Dibutuhkan suatu tindakan atau perbuatan hukum pemerintahan yang proaktif tidak lain dimaksudkan untuk memberikan jalan ruang bagi pemerintah untuk mengambil tindakan atau perbuatan hukum publik yang tidak hanya bersifat mengatur, namun  juga bisa dalam bentuk mengeluarkan suatu keputusan atau  ketetapan maupun tindakan-tindakan nyata pemerintahan (feitelijke handelingen).
            Dapat dirumuskan suatu pengertian bahwa apa yang dimaksud dengan konsep peraturan kebijakan (beleidsregels) tidak lebih dari adanya ruang kebebasan bertindak yang diberikan kepada pejabat atau organ pemerintahan untuk meakukan suatu tindakan atau perbuatan hukum pemerintahan.
            Menurut A.Hamid S. Attamimi (1992: 3), mengemukakan persamaan dan perbedaan antara peraturan perundang-undangan dan peraturan kebijakan, yaitu:
1. Peraturan perundang-undangan dan peraturan kebijakan memiliki persamaan, yakni bersifat bersifat umum dan abstrak, berlaku keluar dan publik.
2. Perbedaan antara peraturan perundang-undangan dan peraturan kebijakan, yaitu :
            a. Pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan fungsi negara;
b. Fungsi pembentukan peraturan kebijakan ada pada pemerintah dalam arti sempit (eksekutif);
c. Materi muatan peraturan perundang-undangan bersifat mendasar dalam mengatur tata kehidupan masyarakat, seperti mengadakan suruhan dan larangan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu apabila perlu disertai dengan sanksi pidana dan sanksi pemaksa; dan
d. Materi muatan peraturan kebijakan berhubungan dengan kewenangan membentuk keputusan dalam arti “beschhikkingen”, kewenangan bertindak dalam bidang hukum privat dan kewenangan membuat rencana (plannen).

Philipus M.Hadjon (1993:152) memberikan pendapatnya, bahwa kebijakan pada hakikatnya merupakan produk dari perbuatan pemerintah yang bertujuan “naar buiten gedrachts en rechtelijke beleid”, yakni menampakkan keluar suatu kebijakan tertulis.
Laica Marzuki (1996:3) berpendapat, bahwa peraturan kebijakan (beleidsregel) merupakan produk tata usaha negara atas dasar penggunaan ermessen. Prajudi Atmosudirjo (1983:85) tindakan atau perbuatan diskresi (discretie, ermessen) artinya; pejabat penguasa atau pemerintah tidak boleh menolak untuk mengambil suatu tindakan atau perbuatan berupa keputusas atau ketetapan dengan alasan “tidak ada peraturannya”, oleh pemerintah itu diberi
kewenangan menurut pendapat sendiri asalkan tidak melanggar asas yuridiksitas.
            Letak penting keberadaan peraturan kebijakan (beleidsregels) untuk menutup celah dan kekurangan atau ketiadaan peraturan hukum sama sekali sehingga memberikan ruang yang lebar bagi pemerintah untuk mengambil atau melakukan seuatu tindakan atau perbuatan pemerintahan.

1.4. Rencana Pemerintahan (Bestuurs Plan)
            Menjalankan kegiatan pemerintahan tidak lain ialah membuat rencana, yang didalamnya terdapat pandangan jauh ke depan. Pemerintah sebagai sebuah organisasi yang tentu saja memiliki tujuan-tujuan yang harus dicapai. Maka tentunya pemerintah berkepentingan dengan rencana-rencana (het plan) tersebut.
            Rencana (het plan) yang dilakukan oleh pemerintah menjadi dasar untuk melakukan atau menjalankan berbagai kegiatannya dalam rangka mencapai tujuan negara. Rencana kegiatan pemerintahan menjadi panduan bagi segenap kegiatan yang akan dilakukan oleh pemerintahan, bahkan dapat difungsikan sebagai pengarah dalam pencapaian tujuan yang sebelumnya telah dituangkan dalam bentuk rencana pemerintahan.
            Rencana diartikan sebagai keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang dari pada hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangkaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Rencana merupakan bagian dari tindakan atau perbuatan pemerintahan (bestuur handelingen) yang dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum.
            Menurut P.de Haan et.al, (1986 : 241) bahwa konsep perencanaan pemerintahan dalam arti luas didefinisikan sebagai persiapan dan pelaksanaan yang sistematis dan terkoordinir  mengenai keputusan kebijakan yang didasarkan pada suatu rencana kerja yang terkait dengan tujuan dan cara-cara pelaksanaannya.

            1.4.1. Unsur-unsur Rencana
            Perencanaan merupakan bagian inheren dari suatu tindakan atau perbuatna hukum pemerintahan dan oleh karenanya penting untuk diketahui setipa unsur yang ada dalam suatu rencana (het plan).
            Menurut J.B.J.M.ten Berge (1995:187 ) bahwa unsur-unsur dari rencana, dilakukan oleh badan/organ pemerintahan, ditujukan untuk  waktu yang akan datang , meiliki sifat yang tidak sejenis (beragam), mempunyai keterkaitan dan untuk jangka waktu tertentu.




1.4.2. Karakter Hukum dari Rencana
H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt (1995:291) mengemukakan perencanaan adalah bentuk tertentu mengenai pembentukan suatu kebijakan, yang dinyatakan dalam bentuk hubungan timbal balik antara kebijakan dengan hukum.
Menurut F.A.M Stroink dan J.G. Steenbeek (1985:106) mengemukakan empat pendapat tentang sifat hukum dari rencana,yaitu:
a. Rencana adalah keputusan atau ketetapan/ atau kumpulan berbagai ketetapan.
b. Rencana adalah sebagian dari kumpulan ketetapan, atau sebagian peraturan, peta dengan penjelasan yang merupakan kumpulan keputusan; penggunaan peraturan memiliki sifat peraturan.
c. Rencana adalah bentuk hukum tersendiri.
e. Rencana adalah sebagian peraturan perundang-undangan.

Fungsi dari rencana bagi pemerintahan ialah sebagai instrumen yang dapat digunakan untuk mempertegas dan memperjelas tindakan atau perbuatan hukum pemerintahan.

1.5. Izin Pemerintahan (Vergunning)
            Dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan, penggunaan atau pemakaian izin sebagai sarana atau instrumen pemerintahan sangatlah penting dan menentukan. Melalui instrumen atau sarana perizinan, maka pemerintahan dapat melakukan pengendalian secara efektif terhadap segala aktifitas dan tindakan yang dilakukan oleh warga masyarakat.Pada dasarnya, izin mengandung norma larangan dan kewajiban bagi pemegang izin untuk menggunakan izin yang diberikan oleh pemerintah sesuai dengan peruntukannya.
            Dalam kepustakaan hukum administrasi dijelaskan bahwa terdapat berbaga sistem perizinan yang dapat diterapkan atau diberlakukan oleh pemerintah dalam suatu kegiatan tertentu yang dilakukan oleh warga masyarakat. Penerbitan izin merupakan tindakan atau perbuatan pemerintahan yang bersegi satu atau bersifat sepihak. Dalam hukum administrasi perbuatan hukum pemerintahan yang bersegi satu atau bersifat sepihak  tersebut sangat lazim disebut dengan istilah keputusan atau ketetapan (beschikking).
            Utrecht (1960:59) dengan tegas mengemukakan pengertian apa yang dimaksud dengan keputusan atau ketetapan, yakni suatu perbuatan pemerintahan dalam arti luas yang khusus daalam lapangan pemerintahan dalam arti sempit.
            Keputusan atau ketetapan merupakan buatan pemerintah yang mempunyai unsur-unsur, sebagai berikut:
1. Bersegi Satu
2. Dijalankan atau dilakukan oleh suatu jabatan pemerintah dalam hal tertentu
3. Dilakukan dengan sengaja dengan tujuan menimbulkan suatu hugungan hukum dan/atau menguatkan suatu hubungan hukum yang telah ada atau menolaknya.
            Izin menurut Utrecht (1960:187) ialah bilamana pembuat peraturan umumnya tidak melarang suatu perbuatan, tetapi masih juga memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkret. Sedangkan menurut W.F.Prins (1982: 73) yang menegaskan bahwa izin merupakan suatu keputusan yang biasanya tidak mengenai suatu perbuatan yang pada umumnya berbahaya bagi kepentingan umum dan pada dasarnya harus dilarang.
            Bentuk lain dari izin dapat berupa dispensasi atau sering kali disebut dengan istilah pelepasan (pembebasan). Dispensasi merupakan pernyataan dari pejabat pemerintah,bahwa suatu ketentuan undang-undang tertentu memang tidak berlaku terhadap kasus yang diajukan seseorang didalam sebuah surat permintaan atau permohonannya.
            Dalam praktik dikenal pula bentuk izin dengan nama lisensi yang merupakan salah satu bentuk izin yang bersifat komersial yang mendatangkan laba atau keuntungan bagi pemerintah dalam bidang bisnis akan tetapi tetap mengedepankan unsur pengendaliannya.
            Spelt dan ten Berge (1993:4-5) menguraikan tentang izin perizinan sebagai berikut:
a. Keinginan mengarahkan atau mengendalikan aktivitas-aktivitas tertentu.
b. Mencegah bahaya bagi lingkungan
c. Keinginan melindungi objek tertentu
d. Hendak membagi benda-benda yang sedikit
e. Berupa pengarahan dengan meyelesaikan orang-orang dan aktivitas yang dilakukan, dimana harus memenuhi syarat-syarat tertentu, misalnya izin berkendara.  

2. INSTRUMEN HUKUM KEPERDATAAN
            Instrumen hukum keperdataan yang utama digunakan ialah melakukan perjanjian atau perikatan dengan pihak ketiga baik dalam hal pengadaan barang dan jasa pemerintahan maupun dalam kegiatna lainnya.

2.1. Perjanjian/Perikatan
            Penggunaan instrument atau sarana perjanjian (kontrak) oleh pemerintah dengan pihak swasta semakin instens dan sangatlah penting.
            Dalam ketentuan pasal 1313 kitab Undang-undang Hukum Perdata (Selanjutnya disebut dengan KUHPerdata) diberikan pengertian apa yang dimaksud dengan perjanjian atau perikatan yakni, suatu suatu perbuatan dengan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih .
            Sebuah perikatan atau perjanjian kontrak yang dibuat oleh para pihak seringkali yang lebih penting dan menentukan untuk sah tidaknya suatu perjanjian atau perikatan.
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja (2008:83), bahwa esensialia adalah salah satu unsur yang sangat penting dan menentukan dalam sebuah perjanjian atau perikatan (Kontrak), bahkan sangatlah mutlak keberadaannya sehingga jika unsur esensiali tidak terpenuhi, maka akan menyebabkan suatu perjanjian atau perikatan (kontrak) batal demi hukum. Adapun Unsur Naturalia adalah unsur yang telah diatur dalam undang–undang sehingga apabila tidak diatur oleh para pihak  dalam suatu perjanjian atau perikatan (kontrak), maka undang-undang yang mengaturnya. Unsur aksidentalia adalah unsur pelengkap atau tambahan dalam suatu perjanjian atau perikatan (kontrak) yang dibuat oleh para pihak.
Untuk sah atau tidaknya  perjanjian atau perikatan (kontrak) harus memenuhi empat syarat yang ditentukan dalam ketentuan pasal1320 KUHPerdata, yakni:
1. Sepakat mereka yang mengikata dirinya
2. Adanya kecakapan untuk membuat perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab atua kausa yang halal
            Dua syarat pertama disebut dengan syarat-syarat subjektif, sedangkan dua syarat terakhir disebut syarat-syarat objektif.
           
2.2. Pembentukan Badan Usaha Pemerintah
            Dalam Pembentukan Garis-Garis Besar Negara (GBHN) sebagaimana pernah diberlakukan dan sebagai arah kebijakan pembangunan Nasional di Indonesia dengan jelas dikemukakan, bahwa badan usaha pemerintah  bersama-sama dengan usaha swasta termasuk koperasi diarahkan untuk tumbuh menjadi suatu kegiatan usaha uang dapat menjadi penggerak utama pengembangan dan peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional.
            Menurut Harsono (1986:2) peran penting dari badan usaha pemerintah bukan hanya diharapkan sebagai pengemban kepentingan dan pelayanan seta kebutuhan rakyat banyak, akan tetapi juga sebagai penyumbang terbesar  dalam perekonomian nasional.
            Sofyan A.Djalill (1999:51) mengatakan, jumlah aset yang dikelola dan dimilliki oleh badan usaha pemerintah sampai akhir  1997 jumlahnya diperkirakan telah mencapai tidak kurang dari Rp 460 triliun.
            Untuk kondisi seperti sekarang ini  maka badan usaha menjadi factor ekonomi yang sangat prominen sifatnya, terlebih dalam menjalankan perannya sebagai badan usaha yng memegang monopoli penyelenggaraan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hidup orang banyak.
            Melalui peningkatan kemampuan dan kinerja badan usaha tersebut bukan hanya dapat memberikan implikasi positif terhadap perkembangan perekonomian nasional, akan tetapi termasuk pula efisiensi dan efektifitas maupun prosuktifitasnya sendiri.
           
2.2.1.Latar Belakang Pendirian
Dalam realitas bernegara dapat dikemukakan bahwa kehadiran suatu badan usaha yang dimiliki oleh negara untuk menjalankan salah satu fungsi negara tidak dapat diabaikan begitu saja keberadaannya. Berdasarkan hasil studi tentang badan-badan usaha yang dimiliki oleh pemerintah yang dilakukan oleh United Nation and Development Organisation (UNIDO) sebuah organisasi dibawah naungan PBB untuk pengembangan industry bersama ICPE (International Center For Publik Enterprise) yang berpusat di Ljubljana Yugoslavia, dimana dikemukakan bahwa pada umumnya negara-negara yang mempunyai usaha negara atau pemerintahan mencantumkan hasrat dan latar belakang penguasaan negara pada bidang kehidupan yang vital dan strategis.
Menurut Maemunah Suharto (1996:3) tidak hanya didasarkan pada alasan ideologis semata, akan tetapi sering kali pula didasari alasan ekonomis,sosial politik, warisan sejarah dan sebagainnya.

2.2.2. Maksud dan Tujuan Pendirian
Dalam ketentuan pasal 4 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor.19 Prp.Tahun 1960 tentang perusahaan negara  (PN) yang pernah diberlakukan disebutkan secara jelas sifat pendiriannya badan usaha pemerintah, dimana badan usaha ini merupakan kesatuan produksi yang bersifat :
a. Memberi jasa
b. Menyelenggarakan kemanfaatan umum.
c. Memupuk pendapatan.

Adapun maksud dari tujuan didirikannya badan usaha negara isalah untk turut membangun ekonomi nasional sesuai dengan ekonomi terpimpin pada waktu itu dengan mengutamakan kebutuhan rakyat dan ketentraman serta kesenangan kerja dala perusahaan menuju terwujudnya masyarakat adil dan makmur material dan spiritual.

2.2.3. Bentuk Usaha
Todung Mulya Lubis (1987:60) mengemukakan , bahwa pengertian badan usaha pemerintah banyak bergantung dari sistem hukum dan sistem ekonomi dari negara yang bersangkutan.
Bentuk usaha dari badan usaha pemerintah telah diatur melalui Undang-undang nomor 9 tahun 1969 tantang Bentuk-bentuk Usaha Negara.
Badan usaha yang dibentuk oleh pemerintah dibagi menjadi tiga bentuk usaha, sebagai berikut :
1.Semua perusahaan yang didirikan dan diatur menurut ketentuan IBW dengan Stbl.1972 Nomor 419, perusahaan ini dinamakan perusahaan Jawatan disingkat “Perjan”.
2.Semua perusahaan yang modal seluruhnya dimiliki oleh negara dari kekayaan negara yang dipisahkan dan yang tidak dibagi atas saham-saham yang didirikan dan diatur berdasarkan ketentuan Undang-undang nomor 19 Prp.tahun1960 dan telah diganti dengan PP Nomor 13 Tahun 1998, perusahaan ini dinamakan Perusahaan Umum disingkat ”Perum”.
3.Semua perusahan yang berbentuk perseroan terbatas yang diatur menurut kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) dengan Stbl.1847 Nomor 23 telah diganti  melalui UU Nomor 1 tahun 1995 tentan g Perseroan Terbatas (PT), baik yang saham-sahamnya untuk seluruhnya maupun untuk sebagian dimiliki oleh negara dari kekayaan negara yang dipisahkan,  perusahaan ini dinamakan perusahaan persero atau disingkat dengan nama Persero”.

Dalam ketentuan pasal 2 ayat (2) PP Nomor 3 Tahun 1983 tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan BUMN disebutkan pula maksud dan tujuan pendirian badan usaha pemerintah sebagai berikut :
a. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian negara pada umumnya dari penerimaan negara pada khususnya.
b. Mengadaan Pemupukan keuntungan/Pendapatan.
c.Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa barang dan jasa yang bermutu dan memadai bagi pemenuhan hajat orang banyak.
d.Menjadi kegiatan perintis kegiatan usaha yang bersifat melengkapi kegiatan swasta dan koperasi dengan antara lain menyediakan kebutuhan masyarakat, baik dalam bentuk barang maupun jasa dengan memberikan pelayanan bermutu dan memadai.