TINDAKAN
ATAU PERBUATAN PEMERINTAH
Oleh: Prof.Dr.Aminuddin Ilmar, S.H., M.H
Konsep
dasar dari sebuah penyelenggaraan pemerintahan yang baik ialah bagaimana agar
tindakan atau perbuatan pemerintahan itu dapat memberikan pelayanan terbaik
pada masyarakan guna meningkatkan kesejahtraannya baik secara lahirian maupun
batiniah. Kendala utama yang sering kali dihadapi dalam suatu penyelenggaraan
pemerintahan khususnya dalam kegiatan pembangunan adalah, masih lemahnya
manajemen pelayanan pemerintahan yang diwujudkan dalam suatu tindakan atau perbuatan pemerintahan (bestuurshandelingan,government action)
yang sering kali tidak atau bahkan kurang berkesesuaian dengan tuntutan dan
aspirasi kepentingan masyarakat.
Tindakan
atau perbuatan menyimpng yang dilakukan oleh pemegang atau pemangku jabatan
(pejabat) pemerintahan dalam menyelenggarakan fungsi dan tugas jabatan yang
diembannya memberikan pembenaran , bahwa ada suatu hal yang perlu diperbaiki
dalam tatanan penyelenggaraan pemerintahan kita sehingga diharapkan tidak akan
terjadi lagi tindakan atau perbuatan pemerintahan yang menyimpang dari tujuan
yang telah digariskan atau ditetapkan dalam sebuah kebijakan pemerintah (beleid). Melihat kenyataan dan
permasalahan pemerintahan yang dihadapi tersebut di atas, memberikan
pembelajaran bahwa tindakan atau perbuatan pemerintah sangat lah penting dan
menentukan dalam penyelengaraan pemerintahan sehingga tindakan atau perbuatan
tidaklah boleh dilakukan secara asal-asalan berdasarkan aspirasi dan
kepentingan pemerintah semata, akan tetapi haruslah berdasarkan pada sisi
kepentingan dan aspirasi serta kebutuhan masyarakat. Pemerintah modern pada
hakikatnya dapat lebih mendorong terwujudnya pelayanan terbaik kepada
masyarakat keberadaan pemerintah sebagai pelayan publik (public servant) maupun sebagai penyelenggara kesejahteraan (welfare provider).
1. Istilah dan Pengertian
Istilah tindakan
atau perbuatan pemerintahan itu sendiri terambil dari kata “tindak” atau
“berbuat” (handeling, act). Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata
tindakan atau perbuatan (handeling, action) dimaksudkan sebagai suatu
bentuk perilaku kegiatanyang dilakukan oleh seseorang atau badan (organ) yang membawa pada akibat tertentu.
Sebagai pendukung hak dan kewajiban (drager
van de rechten en plichten), maka setiap tindakan dan perbutan
pemerintahan mempunyai konsekuensi atau akibat dari tindakan atau
perbuatan yang dilakukannya. C.J.N
Versteden (1984: 55) mengartikan, bahwa tindakan atau perbuatan nyata pemerintahan
merupakan suatu tindakan atau perbuatan pemerintahan yang tidak ada
relevansinya dengan huukum dan oleh karnanya tidaklah menimbulkan akibat hukum.
R.J.H.M.
Husain (1990: 13) mengemukakan pengertian apa yang dimaksud dengan tindakan
atau perbuatan hukum pemerintahan, yaitu suatu tindakan atau perbuatan hukum
yang dimaksudkan untuk menciptakan hak dan kewajiban (een rechtshadelingan is
gericht op het scheppen van rechten en plichten). Melihat asal muasal dari
konsep hukum perdata dikemukakan oleh A.D. Belinfante (1983: 49), bahwa dalam bidang hukum perdata
tindakan atau perbuatan hukum merupakan tahap awal lahirnya suatu hubungan
hukum (rechtsbetrekking) yakni suatu hubungan yang ada relevansinya dengan
hukum. Selanjutnya, beliau mengemukakan hubungan tersebut dapat menimbulkan adanya hak dan
kewajiban tertentu. Konsep tindakan atau perbuatan hukum perdata tersebut
diambil alih dan digunakan pula dalam hukum lapangan administrasi.
Dengan
kata lain, akibat-akibat hukum (rechsgevolgen) tersebut dapat berupa hal-hal
sebagai berikut:
a)
Jika menimbulkan beberapa perubahan hak,
kewajiban atau kewenangan yang ada (indien er een verandering optreedt in de bestaande
rechten, verplichtingen op bevoegdheid van somigen).
b)
Bilaman menimbulkan perubahan kedudukan
hukum bagi seseorang atau objek yang ada (wanner er verandering op treedt in
juridische status van een persoon op (van) object).
c)
Bilamana terdapat hak-hak, kewajiban,
kewenangan, ataupun status tertentu yang ditetapkan (wanner het bestaan van
zekere rechten, verplichtingen, bevoegdheden op status bindend wordt
vastgesteld).
Dari uraian tersebut
diatas, dapat disimpulkan bahwa tindakan atau perbuatan hukum pemerintahan
(bestuur rechtshandellngen) akan melahirkan akibat hukum, apakah akibat hukum
itu berkenaan dengan penciptaan hubungan hukum baru ataukah perubahan dan
pengakhiran hubungan hukum baru.
2.
Sifat Tindakan/Perbuatan
Sebagaimana
telah dijelaskan di atas, bahwa tindakan atau perbuatan pemerintahan adalah
suatu tindakan atau perbuatan hukum yang dilakukan oleh pemerintahan dalam
rangka menyelenggarakn fungsi atau tugas-tugas pemerintahan. Fungsi dan
tugas-tugas pemerintahan ini sangatlah luas dan kompleks sehingga tindakan atau
perbuatan hukum pemerintahan pun menjadi beragam dan kompleks pula. Begitu
konsep hukum perdata diambil alih dan digunakan dalam konsep hukum
administrasi, maka sifat tindakan atau perbuatan hukum itu mengalami perubahan
dan perbedaan makna. Dengan syarat-syarat yang disepakati dan bebas dari cacat
hukum, seperti: tidak adanya kekhilafan yang terjadi (dwaling), tidak
terjadinya penipuan (bedrog) dan tidak adanya paksaan (dwang).
Dengan kata lain,terjadinya
persetujuan kedua belah pihak (disebut dengan asas konsensual), adapun dalam
konsep hukum administrasi kedudukan kedua belah pihak tidaklah sama dan
sederajat atau sejajar, akan tetapi bersifat sub-ordinatif (hubungan hukum
atasan dan bawahan). Selain itu, tindakan atau perbuatan hukum pemerintahan
pula didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga dengan
sendirinya tindakan atau perbuatan hukum tersebut tidak boleh menyimpang atau
bahkan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan tersebut.
Dapat disimpulkan bahwa
dengan sifat tindakan atau perbuatan
hukum pemerintahan seperti tersebut diatas, sebagaimana dikemukakan oleh A.D.
Belifante (ibid: 51) yang menyatakan bahwa suatu tindakan atau perbuatan hukum
administrasi berbeda sifatnya dengan tindakan atau perbuatan hukum perdata
meskipun namanya sama, akan tetapi jelas berbeda dalam sifat mengikatnya. Bahwa
tindakan atau perbuatan hukum administrasi Dapat mengikat warga negara tanpa
memerlukan persetujuan dari warga negara yang bersangkutan, sementara dalam
tindakan atau perbuatan hukum perdata diperlukan adanya persetujuan atau
persesuaian kehendak antara kedua belah pihak atas dasar kebebasan bertindak
dari kedua belah pihak atau lebih.
3. Unsur Tindakan/Perbuatan
Suatu
tindakan atau peerbuatan hukum yang dilakukan oleh organ atau badan
pemerintahan guna menimbulkan akibat hukum dalam bidang administrasi atau
pemerintahan, meminjam pendapat dari Muchsan (1981: 18) yang menyebutkan bahwa
terdapat unsure-unsur dari tindakan atau perbuatan hukum pemerintahan, yaitu:
1.
Tindakan atau perbuatan hukum itu
dilakukan oleh organ atau badan pemerintahan (aparat pemerintahan) dalam
kedudukannya sebagai penguasa (overheid) maupun sebagai alat perlengkapan
pemerintahan (bestuursorganen) dengan prakarsa dan tanggung jawab sendiri.
2.
Tindakan atau perbuatan hukum tersebut
dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan.
3.
Tindakan atau perbuatan hukum tersebut
dimaksudkan sebagai sarana untuk menimbulkan akibat hukum dibidang hukum administrasi.
4.
Tindakan atau perbuatan hukum yang
bersangkutan dilakukan dalam rangka pemeliharaan kepentingan negara dan rakyat.
Pada intinya berkenaan
dengan tindakan atau perbuatan yang dilakukan baik oleh organ/badan/atau aparat
pemerintahan dalam rangka menjalankan fungsi dan tugas pemerintahan serta
pemeliharaan kepentingan negara dan rakyat. Dengan kata lain, akibat hukum
tertentu itu Dapat berupa perubahan hak, kewajiban, atau kewenangan yang ada.
Dari tindakan atau perbuatan hukum pemerintahan itu pula akan mengikat warga
masyarakat tanpa memerlukan persetujuan atau persesuaian kehendaak.
4. Jenis Tindakan /Perbuatan
Bahwa
tindakan atau perbuata n hukum pemerintahan merupakan subjek hukum yang
mewakili dua kapasitas yang berbeda, yakni tindakan atau perbuatan dalam hukum
publik atau hukum privat. Dengan kata lain, tindakan atau perbuatan hukum
pemerintahan dilandaskan pada hukum publik sedangkan tindakan atau perbuatan
hukun privat adalah tindakan atau perbuatan hukum yang didasarkan pada
ketentuan hukum keperdataan atau tindakan hukum privat.
Adanya
perbedaan dari tindakan atau perbuatan hukum pemerintahan yang disebabkan oleh
karena mewakili dua kapasitas yang berbeda sehingga akan berpengaruh pada
kedudukan hukum pemerintahan. Konsekuensi dari pengaturan hukum yang berbeda
itu akan melahirkan pula tindakan atau hukum pemerintahan yang berbeda dan
dengan akibat hukum yang berbeda pula. Hal itu disebabkan adanya dua macam
tindakan atau perbuatan hukum public yakni, tindakan atau perbuatan hukum itu dilaksanakan
berdasarkan kewenangan public. Sedangkan tindakan atau perbuatan hukum campuran
(tidak murni) adalah suatu tindakan atau perbuatan hukum yang didasarkan pada
hukum publik dan sekaligus privat, sehingga perlu kriteria atau klasifikasi
hukum pemerintahan itu bersifat murni dan kapan tindakan atau perbuatan hukum
itu bersifat campuran atau tidak murni.
Menurut
C.J.N Versteden (1996: 283) bahwa ketika pemerintah terlibat dalam pergaulan
keperdataan dan bukan dalam kedudukannya sebagai pihak yang memelihara
kepentingan umum , maka jelas pemerintah tidak berbeda dengan pihak swasta yang
harus tunduk dan patuh pada hukum privat. Sedangkan Bagir Manan (1996: 27)
mengemukakan pendapatnya, bahwa cara lain untuk melakukan pembedaan antara
tindakan atau perbuatan hukum pemerintahan yang berlandas pada hukum publik
ataukah pada hukum privat, yakni dengan melihat tindakan atau perbuatan hukum
pemerintahan tersebut sebagai overhead(penguasa) yang memiliki kewenagan
pemerintahan dan sebagai lichaam (badan hukum) yang semata-mata bertindak
sebagai pendukung hak dan kewajiban.
Negara
dan daerah merupakan sebuah badan hukum public (publiek rechtspersoon), dimana
pemerintah bertindak sebagai pengurus atau penyelenggara Negara dan daerah
sehingga pemerintah mempunyai dua kualitas sekaligus, yakni sebagai penguasa
dan sebagai badan/ organ. Sebagai organ , pemerintah tentu melaksanakan
kewenangan atau fungsi dan tugas-tugas yang diatur dalam ketentuan public.
Sedangkan sebagai organ, pemerintah dan daerah bertindak sebagai wakil dari
badan hukum public.
A.F.A
Korsten dan F.P.C.L Tonnaer dalam Ridwan HR.(2011: 117) mengemukakan bahwa tindakan atau perbuatan
hukum public yang dilakukan oleh pemerintah dalam menjalankan fungsi dan tugas
pemerintahannya, dapat dibedakan dalam tindakan atau perbuatan hukum public
yang bersifat sepihak dan tidak banyak pihak.
Cara
untuk menentukan apakah tindakan atau perbuatan pemerintahan itu diatur oleh hukum privat atau hukum
publik ialah dengan melihat kedudukan hukum (rechtspositie, legal status) dari
pemerintah dalam menjalankan tindakan atau perbuatan tersebut.
5.
Karakteristik Tindakan/Perbuatan
Sifat dari
tindakan atau perbuatan hukum dibagi menjadi dua pandangan atau perndapat,
yaitu perbuatan hukum pemerintahan itu selalu bersifat sepihak atau hubungan
hukum yang bersegi satu (eenzidige). Dan ada yang menyatakan bahwa terdapat
suatu tindakan atau perbuatan hukum yang bersifat segi dua (tweezijdige) yang
diatur berdasarkan hukum public.
Menurut
W.F Prins (1983: 58) yang lebih lazim terjadi dala tindakan atau perbuatan
hukum pemerintahan, yaitu sering kali pernyataan kehendak pemerintah dijadikan
titik berat dalam pelaksanaannya, sedangkan kegiatan pihak yang bersangkutan
yang melahirkan awal usahanya menjadi tergeser kebelakang sekalipun kemudian
ditentukan pihak yang bersangkutan harus menyetujui penawaran yang diberikan
oleh pemerintah kepadanya.Berdasarkan konsepsi Negara hukum, maka tindakan atau
perbuatan hukum pemerintahan haruslah senantiasa didasarkan pada aturan hukum
yang menjadi landasan operasionalnya.
Dalam Hukum administrasi
dikemukakan, bahwa hubungan hukum (rechtsbetrekking) antara pemerintah, dalam
kapasitasnya sebagai wakil dari jabatan pemerintahan dan bukan dalam
kapasitasnya selaku wakil dari badan hukum pemerintahan, dengan seseorang atau
badan hukum perdata tidaklah berada dalam kedudukan hukum yang sejajar.
Kedudukan hukum pemerintahan yang demikian tidaklah dimiliki oleh seseorang
atau badan huum perdata, sehingga menyebabkan hubungan hukum yang timbul antar
pemerintah selaku penguasa (overheid) dan seseorang dengan badan hukum perdata
bersifat sub-ordinatif atau hubungan hukum
atasan dan bawahan.
Meskipun hubungan hukum
antara pemerintah dan masyarakat bersifat sub-ordinatif, dalam arti hubungan
hierarkis namun pemerintahan tidka dapat melakukan tindakan atau perbuatan
hukum secara bebas dan sewenang-wenang terhadap warga masyarakat. Adanya suatu
kepentingan dan kebutuhan bersama yang dirasakan dalam menyelenggarakan fungsi
dan tugas pemerintahan serta sejalan aspek kepentingan dan kebutuhan masyarakat
memungkinkan pemerintah untuk melakukan hubungan hukum yang bersifat dua pihak
(tweezijdig) atau lebih.Tetapi, pada kenyataannya, tidak semua urusan
pemerintah dapat diselenggarakan sendiri oleh organ pemerintah yang diberikan
kewenangan untuk menjalankan tugas dan urusan tersebut, serta tidak semua tugas
dan urusan pemerintah dapat dijalankan secara bersama-sama dengan organ
pemerintahan lainnya.
E.Utrecht (1988 :86)
menyebutkan ada beberapa cara dalam pelaksanaan urusan pemerintahan, yaitu :
1.
Yang bertindak ialah administrasi Negara
sendiri.
2.
Yang bertindak ialah subjek hukum (=badan
hukum) lain yang administrasi Negara dan yang mempunyai hubungan istimewa atau
hubungan biasa dengan pemerintah.
3.
Yang bertindak adalah subjek hukum lain
yang tidak termasuk administrasi Negara dan yang menjalankan pekerjaannya
berdasarkan suatu konsesi atau berdasarkan izin (vergunning) yang diberikan
oleh pemerintah.
4.
Yang bertindak adalah subjek hukum lain
yang tidak termasuk administrasi Negara dan yang diberikan subsidi pemerintah.
5.
Yang bertindak adalah pemerintah
bersama-sama dengan subjek hukum lain yang bukan administrasi Negara dan kedua
belah pihak itu bergabung dalam bentuk kerja sama yang diatur oleh hukum
privat.
6.
Yang bertindak adalah yayasan yang
didirikan oleh pemerintah atau diawasi oleh pemerintah.
7.
Yang bertindak ialah subjek hukum lain
yang bukan administrasi Negara tetapi diberi suatu kekuasaan pemerintah
(delegasi perundang-undangan).
Peran dan fungsi serta
tugas-tugas pemerintah dapat pula dilakukan atau diselenggarakan oleh pihak
swasta demi untuk menyelenggarakan urusan pemerintah itu secara efektif dan
efisien,Namun tanggung jawab utama tetap pemerintah.
INSTRUMEN
(SARANA) PEMERINTAHAN
Instrumen
atau sarana pemerintahan merupakan bagian dari instrument penyelenggaraan
pemerintahan Negara dalam arti luas. Dalam pelaksanaan berbagai fungsi dan
tugas pemerintahan itu, maka organ atau badan pemerintahan memiliki atau
mempunyai kewenangan untuk dapat menggunakan berbagai jenis instrumen atau
sarana pemerintahan yang diwujudkan dalam suatu tindakan atau perbuatan
pemerintahan.Tindakan atau perbuatan pemerintah dibagi menjadi dua, yaitu :
1.
Tindakan atau perbuatan yang membawa akibat hukum (rechts handelingen)
2.
Tindakan/ perbuatan yang tidak membawa akibat hukum (feitelijke hendelingen)
Setiap bentuk atau perbuatan hukum
pemerintah selalu disertai dengan instrumen pemerintahan sebagai sebuah sarana
atau alat untuk memudahkan perlaksanaan berbagai fungsi dan tugas pemerintahan.
Dengan dibolehkannya pemerintah untuk dapat menggunakan instrumen atau sarana
yang ada pada hukum privat (keperdataan), maka pelaksanaan fungsi dan tugas
pemerintahan dapat dilakukan secara efisien dan efektif.
Penggunaaan instrumen atau sarana
pemerintahan oleh pemerintah menjadi pusat sangat penting dan menentukan dalam
pelaksanaan berbagai fungsi dan tugas pemerintahan. Penggunaannya harus diserta
wewenang sehingga menjadi suatu parameter atau indicator yang dapat digunakan
untuk mengukur atau menilai.
1. INSTRUMEN HUKUM PUBLIK
Penggunaaan
instrumen (sarana) hukum publik dalam penyelenggaraan pemerintahan merupakan
suatu kewajiban dasar atau utama untuk mengukur apakah suatu tindakan atau
perbuatan dimilikinya ataukah tidak. Instrumen
hukum publik tidak hanya meliputi pembuatan perundang –undangan
(regeling) semata, namun berkait dengan pembuatan keputusan atau ketetapan
pemerintahan (beschikking), peraturan kebijakan (beleidsregels, pseudo
wetgeving), penetapan rencana-rencana pemerintahan (het plan), dan perizinan
(vergunning).
Adanya penggunaan instrumen hukum
publik sebagai karakter utama dari suatu tindakan atau perbuatan pemerintahan
memberikan dasar bagi pemerintahan berupa wewenang publik untuk melaksanakan
berbagai fungsi dan tugasnya.
1.1. Peraturan
(Regeling)
Instrumen hukum publik berupa penggunaan peraturan
perundang-undangan dan keputusan pemerintahan yang memuat pengaturan bersifat
umum, memegang peran yang sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Hampir semua tindakan pemerintahan atau perbuatan hukum pemerintahan diwujudkan
melalui instrumen peraturan perundang –undangan maupun keputusan yang bersifat
mengatur tersebut, tidak lain didasarkan pada adanya pendelegasian pengaturan
kepada pemerintah untuk mengatur lebih lanjut norma yang ada dalam peraturan
tersebut.
Adanya rumusan norma undang-undang
yang memeberikan perintah kepada pemerintahan untuk mengatur lebih lanjut apa
yang diperintahakan tersebut memeberikan atau menjadi dasar wewenang bagi
pemerintahan untuk selanjutnya membuat norma pengaturan lebih lanjut.Sedangkan , kalau rumusan
normanya pemerintah, maka pengaturan normanya lebih lanjut tidak harus diatur
dalam peraturan pemerintahan secara tersendiri tetapi dapat tersebar dalam
berbagai peraturan pemerintahan lainnya.
Dalam kepustakaan hukum tata Negara
dan hukum administrasi dijelaskan tentang pengertian apa yang dimaksud dengan
peraturan perundang-undangan, yakni berupa peraturan tertulis yang dibuat atau
dibentuk oleh lembaga atau badan Negara atau pejabat yang berwenang dan
mengikat secara umum.Pembuatan suatu peraturan (regeling) lanjutna oleh
pemerintahan haruslah sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan untuk itu.
Dikatakan oleh Hans Kelsen (1995) dan Stufenbau bahwa pembentukansuatu aturan
haruslah didasarkan kepada suatu hierarki atau tingkatan peraturan atau jenjang
norma hukum sehingga tidak terjadi adanya tumpang-tidih pengauran yang akan
dilakukan. Adapun materi muatan yang terkandung dalam peraturan
perundang-undangan ialah materi muatan yang memuat atau berisikan rumusan norma
yang menjadi jabaran dari norma yang lebih tinggi derajatnya atau hierarkinya.
Penggunaan instrumen pemerintahan
berupa peraturan perundang-undangan (regelingen) oleh pemerintah merupakan hal
yang sangat penting dan sekaligus memberi bentuk hukum pada berbagai tindakan
atau perbuatan hukuk pemerintahan tersebut. Peran dan fungsi dari
peraturan sebagai salah satu instrumen
pemerintahan yang utama sangatlah menentukan dalam penyelengaraan pemerintahan.
Peraturan tidak hanya memberi atau
menjadi dasar bagi tindakan atau perbuatan pemerintahan namun sekaligus juga
memberi batasan pada tindakan atau perbuatan pemerintahan tersebut.
1.2. Ketetapan atau Keputusan Pemerintahan
(Beschikking)
Istilah Ketetapan atau keputusan pemerintahan atau
lazimnya sering kali disebut dengan istilah keputusan pemerintahan merupakan instrumen
penting yang digunakan oleh pemerintahan dalam mewujudkan suatu tindakan atau
perbuatan hukum pemerintahan (bestuurs rechtshandelingen).Sedangkan menurut
sejarahnya, istilah ketetapan atau keputusan ini pertama kali diperkenalkan
oleh seorang sarjana jerman bernama Otto Meyer dengan memberikan nama atau
istilah verwaltungsakt, kemudian diperkenalkan
secara luas sehingga sampai di Belanda dengan sebutan nama beschikking. Di Indonesia, istilah ketetapan atau keputusan
diperkenalkan pertama kali oleh WF.Prins. Kemudian dari istilah beschikking ini
ada yang menerjemahkannya dengan istilah ketetapan seperti yang ditulis dalam
bukunya WF.Prins, Philipus M. Hadjon, dan SF.Marbun.
Pembuatan atau pembentukan suatu
keputusan pemerintahan haruslah sesuai dengan sisi kewenangan dan tujuan yang
ingin dicapai. Dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan konsep dan
terminologi dari suatu ketetapan atau keputusan pemerintahan sering sekali
digunakan dalam berbagai arti.Sebagaimana dikemukakan oleh Van Wijk/Willem
Konijnenbelt(1995:202), bahwa keputusan pemerintahan yang dimaksudkan untuk hal
yang bersifat konkret dan individual ( tidak ditujukan untuk umum) dan sejak
daulu telah dijadikan sebagai instrument (sarana) yuridis pemerintahan yang
utama. Adapun menurut Van der Pot dan Van Vollenhoven (1989) yang menyatakan
bahwa keputusan atau ketetapan adalah suatu tindakan atau perbuatan hukum yang
bersifat sepihak dalam bidang pemetintahan,dilakukan oleh suatu organ atau
badan pemerintahan berdasarkan wewenang yang luar biasa.
Pandangan dari P.de Haan dkk
(1986:17), memperjelas keberadaan dari sebuah ketetapan dari sebuah ketetapan
atau keputusan dengan memberikan penegasan bahwa yang dimaksud dengan ketetapan
atau keputusan administrasi (pemerintahan) merupakan bagian dari tindakan atau
perbuatan pemerintahan yang paling banyak muncul dan paling banyak dipelajari.
Pengertian umum keputusan atau
ketetapan adalah pernyataan kehendak dari organ atau badan pemerintahan untuk
melaksanakan hal khusus, dan ditujukan untuk menciptakan hubungan hukum baru,
serta melakukan perubahan atau menghapus hubungan hukum yang telah ada. Dalam
perngertian lain juga dikemukakan, bahwa keputusan atau ketetapan adalah
suatupernyataan kehendak yang disebabkan adanya surat permohonan yang diajukan,
atau setidak-tidaknya keinginan atau keperluan yang dinyatakan.
Keputusan atau ketetapan pemerintah
adalah keputusan keputusan hukum public yang bersifat konkret dan individual,
dimana keptsan atau ketetapan itu berasal dari organ atau badan pemerintahan
dan yang didasarkan pada kewenangan
hukum publik serta dibuat untuk satu atau lebih individu dan berkenaan dengan
satu atau lebih perkara atau keadaan.
1.2.1
Unsur-Unsur Keputusan/Ketetapan
Unsur yang terdapat dalam sebuah
keputusan atau ketetapan pemerintah (beschikking) yakni : a.Adanya pernyataan kehendak secara
sepihak
b.Dikeluarkan
oleh organ atau badan pemerintahan
c.Didasarkan
pada kewenagan hukum public
d.Ditujukan
untuk hal khusus atau peristiwa konkret dan individual
e.Serta dengan maksud untuk menimbulkan adanya
akibat hukum dalam bidang pemerintahan.
Unsur-unsur keputusan atau ketetapan
pemerintah oleh pasal 2 UU Administrasi Belanda (AwB) adalah :
a. Suatu pernyataan kehendak secara
tertulis
b. Diberikan berdasarkan kewajiban atau kewenangan
dari hukum tata Negara dan hukum administrasi.
c. Bersifat sepihak
d. Dengan mengecualikan keputusan
yang bersifat umum.
e. Dimaksudkan untuk menetukan, menghapus,atau mengakhiri
hubungan hukum bari yang elah dibentuk
atau ynag sudah ada.
f.
Berasal dari organ atau badan pemerintahan.
Bila
mana dibandingkan dengan pengertian sebagaiman diatur dalam ketentuan pasal 1
angka 3 UU Nomor 5 Tahun 1986 jo. UU NOmor 51 Tahun1999 tentang peradilan Tata
Usaha Negara (PTUN),dirumuskan secara jelas apa yang dimaksudkan dengan
keputusan atau ketetapan pemerintahan , yakni suatu penetapan tertulis yang
dikeluarkan oleh badan/atau pejaat tata usaha yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan berlaku.
Berdasarkan
uraian pengertian diatas, maka unsur-unsur dari suatu keputusan atau ketetapan
pemerintahan dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.
Penetapan tertulis
2.Dikeluarkan
oleh badan/pejabat tata usaha Negara
3.Berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
4.Bersifat
konkret, individual,dan final.
5.Menimbulkan
akibat hukum
6.Seseorang
atau badan hukum perdata
1.2.1.1.
Penetapan Secara Tertulis
Dalam Keputusan hukum administrasi
secara tertuli das tegas dan dijelaskan, bahwa baik secara teoritis maupun
konseptual adanya satu hubungan hukum publik yang terjadi antara pemerintah
denga warga masyarakat senantiasa hubungan hukumnya bersifat sepihak atau
bersegi satu. Hubungan hukum publik berbeda halnya dengan hukum privat dalam
bidang hukum keperdataan yang selalu bersifat dua pihak (tweezijdige) atau
lebih. Untuk itu ketika pemerintah dihadapkan pada sebuah peristiwa konkret
dimana pemerintah diharuskan memiliki suatu motivasi dan keinginan untuk menyelesaikan
peristiwa tersebut, maka pemerintah diberikan kewenangan untuk mengambil atau
melakukan suatu tindakan atau perbuatan hukum secara sepihak dengan menuangkan
motivasi dan keinginannya tersebut dalam bentuk suatu keputusan atau ketetapan
pemerintahan. Dapat di simpulkan bahwa tindakan atau perbuatan hukum
pemerintahan adalah perbuatan hukum publik yang selalu bersifat sepihak adanya
sehingga ketetapan atau keputusan pemerintahan itu merupakan hasil dari
tindakan atau perbuatan sepihak permerintah selaku penguasa yang dituang kan
dalam bentuk tertulis.
Soehardjo dan Ridwan HR.(2011:146)
dengan jelas menyatakan , bahwa keputusan tata usaha Negara (TUN) merupakan
keputusan sepihak dari organ atau badan pemerintahan. Sepihak oleh karena
pemerintahan memutuskan untuk melakukan tindakan atau perbuatan hukum itu
sepihak, dalam arti tanpa persetujuan denga pihak lainnya,Huisman dan Ridwan HR
(Ibid).
Adanya pernyataan kehendak sepihak
oleh pemerintah yang kemudian dituangkan dalam satu keputusan atau ketetapan
secara tertulis sering kali timbul dalam dua bentuk kemungkinan, uakni
keputusan atau ketetapan yang dibuat ditujukan tidak hanya untuk berlaku
kedalam (naar binnen gericht), dan keputusan atau ketetapan yang ditujukan pula
berlaku untuk ke luar (naar buiten gericht). Lalu dikenal pula dua jenis
keputusan atau ketetapan pemerintahan, yakni keputusan atau ketetapan intern(
interne beschikking), dan keputusan atau ketetapan ekstern (externe
beschikking).
Dalam bagian penjelasan ketentuan
pasal 1 angka 3 UU No.5 tahun 1986 tentang PTUN dijelaskan bahwa istilah
penetapan tertulis tidak hanya kepada suatu bentuk keputusan atau ketetatan,
namun juga berupa isi dari keputusan atau ketetapan yang dikeluarkan oleh
badan/pejabat tata usaha (TUN) tersebut.
Adanya persyaratan secara tertulis
terhadap setiap bentuk keputusan atau ketetapan pemerintahan, tidak lain
dimaksudkan untuk mempermudah dari segi pembuktian nantinya bilamana hal
tersebut digugat didepan peradilan tata usaha negara (Administrasi). Penjelasan
ketentuan pasal 3 ayat (2) ketentuan tersebut diatas, disebutkan bahwa
badan/atau pejabat tata usaha negara yang menerima permohonan dianggap telah
mengeluarkan suatu keputusan atau ketetapan yang berisi penolakan permohonan
tersebut, apabila tenggang waktu yang ditetapkan telah lewat dan badan/atau pejabat tata usaha negara itu
bersikap diam dan tidak memberikan tanggapan atau tidak melayani pernohonannya
yang diterimanya.
1.2.1.2.
Dikeluarkan Oleh Pemerintah
Telah
diuraikan bahwa tindakan atau perbuatan hukum yang dilakukan oleh pemerintahan
dengan menggunakan sarana atau instrumen keputusan atau ketetapan (beschikking)
sudah merupakan kegiatan yang sudah lazim sifatnya. Tetapi ketetapan atau
keputusan yang dikeluarkan oleh organ-organ kenegaraan tidak termasuk dalam
kategori pengertian beschikking berdasarkan konsep administrasi.
Pasal
1 angka 1 UU No.5 Tahun 1986 tentang PTUN, diberikan pengertian bahwa yang
dimaksud dengan pemerintahan atau tata usaha negara ialah administrasi yang
melakukan atau melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan
baik ditingkat pusat maupun ditingkat daerah.Urusan pemerintahan ialah
kegiatan-kegiatan yang bersifat eksekutif.
Dalam
kepustakan hukum administrasi disebutkan pula bahwa kata pemerintahan diartikan
sama dengan kekuasaan eksekutif. Artinya, bahwa pemerintahan merupakan bagian
dari fungsi pemerintahan, selain organ dan fungsi pembuatan undang –undang dan
peradilan.
Dalam
praktik sering kali dapat dilihat betapa beragamnya badan/organ pemerintahan
dan/atau yang dipersamakan dengan organ pemerintahan, sehingga luas lingkup
pengertian yang dikandung dari istilah badan/atau pejabat tata usaha negara memiliki
cakupan pengertian yang sangat luas.
1.2.1.3.
Berdasarkan Peraturan yang Berlaku
Telah disebutkan diatas bahwa
keputusan atau ketetapan pemerintahan merupakan hasil dari suatu tindakan atau
perbuatan hukum pemerintahan. Dalam konsepsi negara hukum, setiap tindakan atau
perbuatan hukum pemerintah harus selalu didasarkan kepada asas legalitas yang
bearti, bahwa pemerintah dalam setiap tindakan atau perbuatannya yang harus
selalu tunduk dan patuh kepada ketentuan hukum atau secara undang-undang.
Dalam kepustakaan hukum tata negara
dan hukum administrasi secara tegas diberikan pengertian, bahwa esensi dari
asas legalitas tidak lain adalah wewenang, yakni kemampuan untuk melakukan
suatu tindakan atau perbuatan hukum tertentu. H.D Stout (1994:102) dijeleaskan
bahwa wewenang adalah pengertian yang berasal dari hukum organisasi
pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan
dengan perolehan dan penggunaan wewenang pemerintahan oleh subjek hukum publik
dalam hubungan hukum publik.
Setiap pembuatan atau pembentukan
dan penerbitan seuatu keputusan atau ketetapan pemerintahan haruslah di
dasarkan pada ketentuan hukum khususnya pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Kepustakaan hukum administrasi dijelaskan pula bahwa suatu badan/atau
organ pemerintahan dan/atau organ lainnya dapat pula menerbitkan atau membuat
suatu keputusan atau ketetapan pemerintahan, bilamana badan.atau organ tersebut
memperoleh kewenangan untuk membuat suatu keputusan atau ketetapan pemerintahan
melalui tiga cara, yakni atribusi (pemberian wewenang), delegasi (terjadi
pelimpahan wewenang), dan pemberian mandat (bertindak untuk dan atas nama
pemegang wewenang)
1.2.1.4. Bersifat Konkret dan Individual
Dalam konsep hukum administrasi
dijelaskan bahwa norma hukum yang terdapat dalam sebuah keputusan atau
ketetapan ialah bersifat konkret dan individual. Dalam arti, bahwa norma hukum
keputusan atau ketetapan itu hanya ditujukan kepada peristiwa konkret dan
nyata, tertentu atau dapat ditentukan. Dalam ketentuan Pasal 1 angka 3 UU No.5
Tahun 1986 tentang PTUN disebutkan, bahwa keputusan atau ketetapan memiliki
sifat konkret, individual,dan final.
Sifat individual dari suatu
keputusan atau ketetapan, artinya keputusan atau ketetapan tersebut tidak
ditujukan untuk umum, tetapi tertentu baik alamat maupun hal yang dituju.
Adapun sifat final, artinya keputusan atau ketetapan itu sudah definitif dan
tidak lagi memerlukan persetujuan lanjutan sehingga sudah dapat menimbulkan
akibat hukum.
Dapat disimpulkan bahwa keputusan
atau ketetapan yang bersifat konkret, individual dan final berbeda dengan peraturan
(regeling) yang normanya besifat umum dan abstrak.
1.2.1.5.
Menimbulkan Akibat Hukum
Dengan ditetapkannya sebuah
keputusan atau ketetapan oleh pemerintah yang merupakan wujud konkret dari
suatu tindakan atau perbuatan hukum pemerintahan maka tentu akan menimbulkan
suatu akibat hukum tertentu. Meskipun diketahui bahwa pemerintah dapat pula
melakukan suatu tindakan atau perbuatan hukum pemerintahan malalui ketentuan
dalam hukum privat, namun dalam pembahasan ini hanya dibatasi pada tindakan
atau perbuatan hukum pemerintahan yang bersifat hukum publik. Menurut J.B.J.M.
Ten Berge (1995:142), bahwa tindakan atau perbuatan hukum yang bersifat hukum
publik hanya dapat lahir dari kewenangan yang bersifat hukum public.
Terlihat bahwa keputusan atau
ketetapan (beschikking) merupakan instrumen atau sarana yang digunakan oleh
organ atau badan pemerintahan dalam
bidang hukum publik dan digunakan untuk menibulkan akibat-akibat hukum tertentu.
Akibat hukum yang lahir dari suatu
tindakan atau perbuatan hukum pemerintahan yang ditandai dengan lahirnya atau
dikeluarkannya keputusan atau ketetapan (beschiking) pemerintahan maka tentunya akan melahirkan
suatu hubungan hukum baru berupa penegasan akan hak dan kewajiban dari subjek
hukum tertentu.
1.2.1.6.
Seseorang atau Badan Hukum Perdata
Dalam interaksi atau lintas
pergaulan hukum (rechtsverkeer) khususnya dalam bidang hukum privat atau
keperdataan, dikenal dengan istilah subjek hukum yakni pemangku atau pendukung
hak dan kewajiban. Dalam konsep hukum privat atau keperdataan, seseorang
dinyatakan tidak mampu atau tidak cakap berbuat atau bertindak secara hukum di
kualifikasi sebagai sebjek hukum.
Ketetapan atau keputusan sebagai
wujud hukum dari suatu tindakan atau perbuatan hukum publik sepihak dari organ
atau badan pemerintahan dan tidak hanya ditujukan kepada subjek hukum.
Sedangkan, ketetapan atau keputusan yang dikeluarkan dalam rangka pembentukan
organ-organ pemerintahan tidak termasuk dalam kategori pengertian ketetapan
atau keputusan pemerintahan atau usaha negara berdasarkan ketentuan yang
terdapat dalam UU Nomor 5 Tahun 1986 jo. Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara (PTUN).
Badan hukum keperdataan dalam
keadaan dan alasan tertentu dapat dikualifikasi sebagai badan/atau organ
pemerintahan khusunya ketika sedang menjalankan salah satu fungsi dan tugas
pemerintahan. Menurut Indroharto (1993:177), badan hukum yang dimaksud ialah
murni badan/atau organ dalam pengertian hukum perdata yang diberikan status
kedudukan sebagai badan hukum.
1.2.2.
Jenis Ketetapan atau Keputusan Pemerintahan
Dalam kepustakaan hukum administrasi dijelaskan
secara teoritis, bahwa terdapat berbagai jenis keputusan atau ketetapan yang
dikenal dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan, seperti keputusan yang
bersifat deklaratoir dan konstitusif. Ketetapan atau keputusan yang bersifat
deklaratoir, adalah suatu ketetapan atau keputusan yang dimaksudkan dengan
menetapkan mengikatnya suatu hubungan hukum atau keputusan yang maksudnya
mengakui adanya suatu hak yang telah ada sebelumnya. Sedangkan, keputusan atau
ketetapan yang bersifat konstitusif adalah keputusan yang melahirkan atau
menghapuskan suatu hubungan hukum atau keputusan yang menimbulkan suatu hak
baru yang sebelumnya tidak dipunyai oleh seorang yang namanya tercantum dalam
ketetapan atau keputusan tersebut. Ketetapan atau keputusan yang bersifat
konstitutif dapat berupa hal-hal sebagai berikut :
a. Keputusan
atau ketetapan yang meletakkan kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu.
b. Keputusan
atau ketetapan yang memberikan status pada seseorang, lembaga, atau perusahaan
dan oleh karena itu seseorang atau perusahaan itu dapat menerapkan aturan
hukum.
c. Keputusan
atau ketetapan yang meletakkan prestasi atau harapan pada tindakan atau
perbuatan pemerintah , seperti subsidi atau bantuan sosial.
d. Keputusan
atau ketetapan yang mengizinkan sesuatu yang sebelumnya tidak diizinkan.
e. Keputusan
atau ketetapan yang menyetujui atau membatalkan berlakunya ketetapan atau
keputusan organ atau badan yang lebih rendah seperti pengesahan atau
persetujuan.
Dikenal pula ketetapan atau
keputusan yang bersifat menguntungkan dan memberikan beban. Ketetapan atau
keputusan yang bersifat menguntungkan artinya ketetapan atau keputusan tersebut
memberikan adanya suatu hak atau memberikan kemungkinan untuk memperoleh
sesuatu tanpa adanya ketetapan atau keputusan itu tidak akan ada.
Selain itu,ada ketetapan yang
bersifat eenmalig dan permanen.
Ketetapan yang bersifat eenmalig
adalah ketetepan yang hanya berlaku sekilas atau ketetapan sepintas lalu atau
ketetapan yang bersifat kilat (vluctige
beschikking ). Sedangkan ketetapan yang bersifat permanen adalah ketetapan
yang memiliki masa berlaku yang sama.
Dikenal pula ketetapan atau
keputusan yang bersifat bebas dan terikat. Ketetapan atau keputusan yang
bersifat bebas adalah ketetapan yang didasarkan pada kebebasan bertindak yang
dimiliki oleh pemerintah yang dikenal dengan istilah diskresi ( discretionary powers), sedangkan
ketetapan atau keputusan yang bersifat terikat artinya ketetapan ini hanya
melaksanakan ketentuan yang sudah ada tanpa adanya ruang kebebasan bagi pejabat
yang bersangkutan dalam melakukan sesuatu tindakan atau perbuatan hukum pemerintahan.
Ketetapan yang bersifat positif
adalah ketetapan yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi yang dikenai
ketetapan, sedangkan ketetapan yang bersifat negatif adalah ketetapan yang
tidak menimbulkan perubahan keadaan hukum yang telah ada. Ketetapan positif
terbagi menjadi lima golongan, yakni :
1. Keputusan
yang melahirkan keadaan hukum baru
2. Keputusan
yang melahirkan keadaan hukum baru bagi obyek tertentu
3. Keputusan
yang menyebabkan berdirinya atau bubarnya badan hukum
4. Keputusan
yang membebankan kewajiban baru kepada seseorang atau beberapa orang. dan
5. Keputusan
yang memberikan hak baru kepada seseorang atau beberapa orang.
Keputusan yang bersifat perorangan
dan kebendaan. Ketetapan atau keputusan
yang bersifat perorangan adalah ketetapan yang diterbitkan berdasarkan
kualitas pribadi di orang tertentu. Sedangkan keputusan yang bersifat kebendaan
adalah ketetapan atau keputusan yang diterbitkan atas dasar kualittas
kebendaan.
1.2.3. Syarat Pembuatan Keputusan
Pemerintahan
Dalam
kepustakan hukum administrasi di jelaskan bahwa dalam pembuatan atau
pembentukan suatu keputusan atau ketetapan pemerintahan haruslah memperhatikan
beberapa persyaratan agar keputusan atau ketetapan tersebut menjadi sah menurut
hukum (rechmatig).
Syaratnya
mencakup syarat material dan formal. Syarat material, yakni organ atau badan
pemerintahan yang membuat ketetapan itu haruslah berwenang untuk melakukan
tindakan atau perbuatan hukum tersebut.adapun syarat formalnya dari suatu
ketetapan atau keputusan yakni, bahwa syarat-syarat yang ditentukan berhubungan
dengan persiapan dibuatnya ketetapan dan berhubungan pula dengan cara dibuatnya
ketetapan atau keputusan tersebut.
Apabila
syarat material dan formal dalam pembentukan atau pembuatan suatu ketetapan
atau keputusan itu telah terpenuhi , maka dapat dinyatakan bahwa ketetapan atau
keputusan tersebut absah menurut hukum (rechtsgeldig).
A.M
Donner dalam Utrecht (1988:114) mengemukakan , bahwa akibat dari suatu
ketetapan atau keputusan yang tidak abash dapat berlaku:
1.
Ketetapan itu harus dianggap batal sama sekali.
2.
Berlakunya ketetapan itu dapat digugat.
a. Dalam Banding (beroep)
b. Dalam pembatalan
oleh jabatan (amtshalve vernietiging)
karena bertentangan dengan undang-undang;dan
c. Dalam penarikan
kembali (intrekking) oleh kekuasaan
yang berhak (competent) mengeluarkan
ketetapan itu.
3. Dalam melakukan ketetapan tersebut, sebelum dapat
berlaku memerlukan persetujuan (peneguhan) suatu badan pemerintahan yang lebih
tinggi, maka persetujuan tidak diberikan.
4. Ketetapan itu diberi tujuan lain dari pada tujuan
permulaannya (conversie).
Suatu
ketetapan atau keputusan yang absah adanya tidak dengan sendirinya dapat
berlaku, oleh karena untuk berlakunya suatu ketetapan atau keputusan haruslah
memperhatikan tiga hal :
Pertama, jika berdasarkan peraturan dasarnua terhadap
ketetapan atau keputusan itu tidak memberi kemungkian mengajukan permohonan
anding bagi aang dikenai ketetapan, maka ketetapan itu mulai berlaku sejak saat
diterbitkan (ex-nunc).
Kedua, jika berdasarkan peraturan dasarnya terdapat
kemungkinan untuk mengajukan banding terhadap ketepatan yang bersangkutan ,
maka keberlakuan ketetapan atau keputusan itu tergantug dari proses banding
itu. Kranenburg dan Vegting dalam Ridwan HR.(2011:164) menyebutkan ada empat
cara untuk mengajukan permohonan banding terhadap suatu keputusan atau
ketetapan, yaitu:
a. Pihak yang berkepentingan dapat mengajukan
permohonan pembatalan keputusan ketetapan pada tingkat banding, dimana
kemungkinan itu ada.
b. Pihak yang berkepentingan dapat mengajukan
permohonan kepada pemerintah supaya keputusan atau ketetapan itu di batalkan.
c. pihak yang dikenai keputusan atau ketetapan itu
dapat mengajukan masalahnya kepada hakim biasa agar keputusan atau ketetapan
itu dinyatakan batal karena bertentangan dengan hukum.
d.Pihak yang dikenai keputusan atau ketetapan itu
dapat mengajukan gugatan, apabila karena tidak memenuhinya keputusan atau
ketetapan itu, berusaha untuk memperoleh keputusan dari hakim seperti yang
dimaksud dalam poin c
Ketiga,
jika keputusan atau ketetapan itu memerlukan pengesahan dari organ
pemerintahannya yang lebih tinggi, maka keputusan atau ketetapan itu mulai
berlaku setelah mendapatkan pengesahan.
Ketetapan
atau keputusan yang sah dan telah berlaku dengan sendirinya memiliki kekuatan
hukum formal (formeel rechtskracht) dan kekuatan hukum material (materiele
rechtskracht).
Keputusan
atau ketetapan yang absah dan sudah
dinyatakan dapat berlaku, disamping mempunyai kekuatan hukum formal dan
material, juga akan melahirkan suatu prinsip praduga rechmatig. Konsekuensi
adanya praduga rechtmatig ialah bahwa pada dasarnya suatu keputusan ketetapan
yang telah dikeluarkan oleh pemerintah tidak dapat ditunda pelaksanaannya
meskipun terdapat keberatan (bezwaar),
banding (beroep), perlawanan (bestreden) atau gugatan terhadap suatu keputusan atau
ketetapan tersebut.
Dengan
kata lain, keberadaan praduga rechtmatig berkaitan erat pula dengan asas
kepastian hukum (rectszekerheid) yang
terdapat dalam asas-asas umum pemerintahan yang pantas atau layak. SF.
Marbun.(1997:364), mengemukakan bahwa asas kepastian hukum itu menghendaki
dihormatinya hak yang telah diperoleh seseorang berdasarkan suatu keputusan
atau ketetapan yang dikeluarkan oleh badan/atau pemegang atau pemangku jabatan
(pejabat) pemerintahan.
Tidak
adanya atau kurangnya kepercayaan masyarakat yang diakibatkan oleh karena tidak
adanya kepastian hukum dalam suatu tindakan atau perbuatan hukum pemerintahan,
maka tentu warga masyarakat selalu akan meragukan setiap tindakan atau perbuatan
yang dilakukan oleh badan/atau pejabat pemerintah. Setiap keputusan atau
ketetapan yang telah dikeluarkan sudah dianggap absah menurut hukum, tetapi
didalam praktik hampir semua surat ketetapan atau keputusan terdapat klausula
pengaman (veiligheidsclausule).
1.3. Peraturan Kebijakan (Beleidsregels)
Istilah “peraturan kebijakan” bersumber dari istilah
yagn dikembangkan dalam hukum administrasi di Belanda. Oleh J.H. Van Kreveld
(1983:3) disebut atau dinamakan dengan istilah “beleidsregel”,”bestuursregel”.atau
“beleidslijnen”.
Menurut J.H.Van Kreveld (1983: 3),
Konsep “beleidsregels” merupakan
salah satu aturan hukum yang banyak dijumpai dalam praktik penyelengaraan
pemerintahan di Belanda, terutama pada berbagai bentuk peraturan tertulis yang dikenal dengan
berbagai penamaan atau sebutan.
Karakteristik utama dari konsep “beleidsregels” ialah penaturannya tidak
secara tegas diperintahkan dalam peraturan perundang-undangan, ada semacam
atribusi kewenangan reglementer dari peraturan perundang-undangan kepada
pemegang atau pemangku jabatan (pejabat) pemerintahan atau badan (organ) pemerintahan
untuk mengeluarkan dan menerapkan yang namanya beleidsregels.
Tujuan utama pembentukan peraturan
kebijakan (beleidsregels), ialah
untuk memberikan arahan (petunjuk,pedoman) kepada pejabat bawahan pemerintahan
agar lancar dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya. Dengan adanya peraturan
kebijakan (beleidsregels) tersebut
dapat pula mengisi kekosongan aturan-aturan hukum dalam keadaan yang mendesak
dan bersifat darurat, atau setidaknya untuk melengkapi dan menyempurnakan
ketentuan yang dinilai sudah tidak lagi dengan tuntutan kebutuhan akan
penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan sesuai pula dengan sisi kepentingan
dan kebutuhan warga masyarakat.
Dalam kepustakaan hukum administrasi dikenal ada dua tipe ruang
pertimbangan atau “beoordelingsruimte”, yakni : “objectieve
beoordelingsruimte”, dan “subjectieve beoordelingsruimte. Pengertian dari
objectieve beoordelingsruimte mengandung maksud atau makna adanya ruang
pertimbangan (kebijakan) yang bersifat interpretasi yang diberikan oleh
pembentuk undang-undang kepada pejabat atau badan (organ) pemerintahan untuk
melaksanakan suatu tindakan atau perbuatan hukum publik menurut
situasi,kondisi, dan obyek permasalahan yang obyektif.
Sebaliknya, pada subjectieve
beoordelingsruimte mengandung pengertian adanya ruang pertimbangan (kebijakan)
yang bersifat umum dan bebas dan bebas, semata-mata didasarkan pada
pertimbangan (kebijakan) subjektif atau
inisiatif dari pejabat atau badan
(organ)
pemerintahan.
Dibutuhkan suatu tindakan atau
perbuatan hukum pemerintahan yang proaktif tidak lain dimaksudkan untuk
memberikan jalan ruang bagi pemerintah untuk mengambil tindakan atau perbuatan
hukum publik yang tidak hanya bersifat mengatur, namun juga bisa dalam bentuk mengeluarkan suatu
keputusan atau ketetapan maupun tindakan-tindakan
nyata pemerintahan (feitelijke
handelingen).
Dapat dirumuskan suatu pengertian
bahwa apa yang dimaksud dengan konsep peraturan kebijakan (beleidsregels) tidak lebih dari adanya ruang kebebasan bertindak
yang diberikan kepada pejabat atau organ pemerintahan untuk meakukan suatu
tindakan atau perbuatan hukum pemerintahan.
Menurut A.Hamid S. Attamimi (1992:
3), mengemukakan persamaan dan perbedaan antara peraturan perundang-undangan
dan peraturan kebijakan, yaitu:
1. Peraturan
perundang-undangan dan peraturan kebijakan memiliki persamaan, yakni bersifat
bersifat umum dan abstrak, berlaku keluar dan publik.
2. Perbedaan
antara peraturan perundang-undangan dan peraturan kebijakan, yaitu :
a. Pembentukan peraturan
perundang-undangan merupakan fungsi negara;
b. Fungsi pembentukan peraturan kebijakan ada pada
pemerintah dalam arti sempit (eksekutif);
c. Materi muatan peraturan perundang-undangan
bersifat mendasar dalam mengatur tata kehidupan masyarakat, seperti mengadakan
suruhan dan larangan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu apabila perlu
disertai dengan sanksi pidana dan sanksi pemaksa; dan
d. Materi muatan peraturan kebijakan berhubungan
dengan kewenangan membentuk keputusan dalam arti “beschhikkingen”, kewenangan bertindak dalam bidang hukum privat dan
kewenangan membuat rencana (plannen).
Philipus
M.Hadjon (1993:152) memberikan pendapatnya, bahwa kebijakan pada hakikatnya
merupakan produk dari perbuatan pemerintah yang bertujuan “naar buiten gedrachts en rechtelijke beleid”, yakni menampakkan
keluar suatu kebijakan tertulis.
Laica
Marzuki (1996:3) berpendapat, bahwa peraturan kebijakan (beleidsregel)
merupakan produk tata usaha negara atas dasar penggunaan ermessen. Prajudi Atmosudirjo (1983:85) tindakan atau perbuatan
diskresi (discretie, ermessen) artinya; pejabat penguasa atau pemerintah tidak
boleh menolak untuk mengambil suatu tindakan atau perbuatan berupa keputusas
atau ketetapan dengan alasan “tidak ada peraturannya”, oleh pemerintah itu
diberi
kewenangan
menurut pendapat sendiri asalkan tidak melanggar asas yuridiksitas.
Letak penting keberadaan peraturan
kebijakan (beleidsregels) untuk
menutup celah dan kekurangan atau ketiadaan peraturan hukum sama sekali
sehingga memberikan ruang yang lebar bagi pemerintah untuk mengambil atau
melakukan seuatu tindakan atau perbuatan pemerintahan.
1.4. Rencana Pemerintahan (Bestuurs Plan)
Menjalankan kegiatan pemerintahan tidak lain ialah
membuat rencana, yang didalamnya terdapat pandangan jauh ke depan. Pemerintah
sebagai sebuah organisasi yang tentu saja memiliki tujuan-tujuan yang harus
dicapai. Maka tentunya pemerintah berkepentingan dengan rencana-rencana (het
plan) tersebut.
Rencana (het plan) yang dilakukan oleh pemerintah menjadi dasar untuk
melakukan atau menjalankan berbagai kegiatannya dalam rangka mencapai tujuan
negara. Rencana kegiatan pemerintahan menjadi panduan bagi segenap kegiatan
yang akan dilakukan oleh pemerintahan, bahkan dapat difungsikan sebagai
pengarah dalam pencapaian tujuan yang sebelumnya telah dituangkan dalam bentuk
rencana pemerintahan.
Rencana diartikan sebagai
keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang dari pada hal-hal yang
akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangkaian tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya. Rencana merupakan bagian dari tindakan atau perbuatan
pemerintahan (bestuur handelingen)
yang dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum.
Menurut P.de Haan et.al, (1986 :
241) bahwa konsep perencanaan pemerintahan dalam arti luas didefinisikan
sebagai persiapan dan pelaksanaan yang sistematis dan terkoordinir mengenai keputusan kebijakan yang didasarkan
pada suatu rencana kerja yang terkait dengan tujuan dan cara-cara
pelaksanaannya.
1.4.1. Unsur-unsur Rencana
Perencanaan merupakan bagian inheren
dari suatu tindakan atau perbuatna hukum pemerintahan dan oleh karenanya
penting untuk diketahui setipa unsur yang ada dalam suatu rencana (het plan).
Menurut J.B.J.M.ten Berge (1995:187
) bahwa unsur-unsur dari rencana, dilakukan oleh badan/organ pemerintahan,
ditujukan untuk waktu yang akan datang ,
meiliki sifat yang tidak sejenis (beragam), mempunyai keterkaitan dan untuk
jangka waktu tertentu.
1.4.2.
Karakter Hukum dari Rencana
H.D.
van Wijk/Willem Konijnenbelt (1995:291) mengemukakan perencanaan adalah bentuk
tertentu mengenai pembentukan suatu kebijakan, yang dinyatakan dalam bentuk
hubungan timbal balik antara kebijakan dengan hukum.
Menurut
F.A.M Stroink dan J.G. Steenbeek (1985:106) mengemukakan empat pendapat tentang
sifat hukum dari rencana,yaitu:
a.
Rencana adalah keputusan atau ketetapan/ atau kumpulan berbagai ketetapan.
b. Rencana adalah sebagian dari kumpulan ketetapan,
atau sebagian peraturan, peta dengan penjelasan yang merupakan kumpulan
keputusan; penggunaan peraturan memiliki sifat peraturan.
c. Rencana adalah bentuk hukum tersendiri.
e. Rencana adalah sebagian peraturan
perundang-undangan.
Fungsi
dari rencana bagi pemerintahan ialah sebagai instrumen yang dapat digunakan
untuk mempertegas dan memperjelas tindakan atau perbuatan hukum pemerintahan.
1.5. Izin Pemerintahan (Vergunning)
Dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan,
penggunaan atau pemakaian izin sebagai sarana atau instrumen pemerintahan
sangatlah penting dan menentukan. Melalui instrumen atau sarana perizinan, maka
pemerintahan dapat melakukan pengendalian secara efektif terhadap segala
aktifitas dan tindakan yang dilakukan oleh warga masyarakat.Pada dasarnya, izin
mengandung norma larangan dan kewajiban bagi pemegang izin untuk menggunakan
izin yang diberikan oleh pemerintah sesuai dengan peruntukannya.
Dalam kepustakaan hukum administrasi
dijelaskan bahwa terdapat berbaga sistem perizinan yang dapat diterapkan atau
diberlakukan oleh pemerintah dalam suatu kegiatan tertentu yang dilakukan oleh
warga masyarakat. Penerbitan izin merupakan tindakan atau perbuatan
pemerintahan yang bersegi satu atau bersifat sepihak. Dalam hukum administrasi
perbuatan hukum pemerintahan yang bersegi satu atau bersifat sepihak tersebut sangat lazim disebut dengan istilah
keputusan atau ketetapan (beschikking).
Utrecht (1960:59) dengan tegas
mengemukakan pengertian apa yang dimaksud dengan keputusan atau ketetapan,
yakni suatu perbuatan pemerintahan dalam arti luas yang khusus daalam lapangan
pemerintahan dalam arti sempit.
Keputusan atau ketetapan merupakan
buatan pemerintah yang mempunyai unsur-unsur, sebagai berikut:
1. Bersegi Satu
2. Dijalankan
atau dilakukan oleh suatu jabatan pemerintah dalam hal tertentu
3. Dilakukan
dengan sengaja dengan tujuan menimbulkan suatu hugungan hukum dan/atau
menguatkan suatu hubungan hukum yang telah ada atau menolaknya.
Izin menurut Utrecht (1960:187)
ialah bilamana pembuat peraturan umumnya tidak melarang suatu perbuatan, tetapi
masih juga memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk
masing-masing hal konkret. Sedangkan menurut W.F.Prins (1982: 73) yang
menegaskan bahwa izin merupakan suatu keputusan yang biasanya tidak mengenai
suatu perbuatan yang pada umumnya berbahaya bagi kepentingan umum dan pada
dasarnya harus dilarang.
Bentuk lain dari izin dapat berupa
dispensasi atau sering kali disebut dengan istilah pelepasan (pembebasan).
Dispensasi merupakan pernyataan dari pejabat pemerintah,bahwa suatu ketentuan
undang-undang tertentu memang tidak berlaku terhadap kasus yang diajukan
seseorang didalam sebuah surat permintaan atau permohonannya.
Dalam praktik dikenal pula bentuk
izin dengan nama lisensi yang merupakan salah satu bentuk izin yang bersifat
komersial yang mendatangkan laba atau keuntungan bagi pemerintah dalam bidang
bisnis akan tetapi tetap mengedepankan unsur pengendaliannya.
Spelt dan ten Berge (1993:4-5)
menguraikan tentang izin perizinan sebagai berikut:
a. Keinginan
mengarahkan atau mengendalikan aktivitas-aktivitas tertentu.
b. Mencegah
bahaya bagi lingkungan
c. Keinginan melindungi
objek tertentu
d. Hendak
membagi benda-benda yang sedikit
e. Berupa
pengarahan dengan meyelesaikan orang-orang dan aktivitas yang dilakukan, dimana
harus memenuhi syarat-syarat tertentu, misalnya izin berkendara.
2. INSTRUMEN HUKUM KEPERDATAAN
Instrumen hukum keperdataan yang utama digunakan
ialah melakukan perjanjian atau perikatan dengan pihak ketiga baik dalam hal
pengadaan barang dan jasa pemerintahan maupun dalam kegiatna lainnya.
2.1. Perjanjian/Perikatan
Penggunaan instrument atau sarana perjanjian
(kontrak) oleh pemerintah dengan pihak swasta semakin instens dan sangatlah
penting.
Dalam ketentuan pasal 1313 kitab
Undang-undang Hukum Perdata (Selanjutnya disebut dengan KUHPerdata) diberikan
pengertian apa yang dimaksud dengan perjanjian atau perikatan yakni, suatu
suatu perbuatan dengan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang atau lebih .
Sebuah perikatan atau perjanjian
kontrak yang dibuat oleh para pihak seringkali yang lebih penting dan menentukan
untuk sah tidaknya suatu perjanjian atau perikatan.
Kartini
Muljadi dan Gunawan Widjaja (2008:83), bahwa esensialia adalah salah satu unsur
yang sangat penting dan menentukan dalam sebuah perjanjian atau perikatan
(Kontrak), bahkan sangatlah mutlak keberadaannya sehingga jika unsur esensiali
tidak terpenuhi, maka akan menyebabkan suatu perjanjian atau perikatan
(kontrak) batal demi hukum. Adapun Unsur Naturalia adalah unsur yang telah
diatur dalam undang–undang sehingga apabila tidak diatur oleh para pihak dalam suatu perjanjian atau perikatan
(kontrak), maka undang-undang yang mengaturnya. Unsur aksidentalia adalah unsur
pelengkap atau tambahan dalam suatu perjanjian atau perikatan (kontrak) yang
dibuat oleh para pihak.
Untuk
sah atau tidaknya perjanjian atau
perikatan (kontrak) harus memenuhi empat syarat yang ditentukan dalam ketentuan
pasal1320 KUHPerdata, yakni:
1. Sepakat
mereka yang mengikata dirinya
2. Adanya
kecakapan untuk membuat perikatan
3. Suatu hal
tertentu
4. Suatu sebab
atua kausa yang halal
Dua syarat pertama disebut dengan
syarat-syarat subjektif, sedangkan dua syarat terakhir disebut syarat-syarat
objektif.
2.2. Pembentukan Badan Usaha Pemerintah
Dalam Pembentukan Garis-Garis Besar Negara (GBHN)
sebagaimana pernah diberlakukan dan sebagai arah kebijakan pembangunan Nasional
di Indonesia dengan jelas dikemukakan, bahwa badan usaha pemerintah bersama-sama dengan usaha swasta termasuk
koperasi diarahkan untuk tumbuh menjadi suatu kegiatan usaha uang dapat menjadi
penggerak utama pengembangan dan peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional.
Menurut Harsono (1986:2) peran
penting dari badan usaha pemerintah bukan hanya diharapkan sebagai pengemban
kepentingan dan pelayanan seta kebutuhan rakyat banyak, akan tetapi juga
sebagai penyumbang terbesar dalam
perekonomian nasional.
Sofyan A.Djalill (1999:51)
mengatakan, jumlah aset yang dikelola dan dimilliki oleh badan usaha pemerintah
sampai akhir 1997 jumlahnya diperkirakan
telah mencapai tidak kurang dari Rp 460 triliun.
Untuk kondisi seperti sekarang
ini maka badan usaha menjadi factor
ekonomi yang sangat prominen sifatnya, terlebih dalam menjalankan perannya
sebagai badan usaha yng memegang monopoli penyelenggaraan cabang-cabang produksi
yang penting bagi negara dan menguasai hidup orang banyak.
Melalui peningkatan kemampuan dan
kinerja badan usaha tersebut bukan hanya dapat memberikan implikasi positif
terhadap perkembangan perekonomian nasional, akan tetapi termasuk pula
efisiensi dan efektifitas maupun prosuktifitasnya sendiri.
2.2.1.Latar
Belakang Pendirian
Dalam
realitas bernegara dapat dikemukakan bahwa kehadiran suatu badan usaha yang
dimiliki oleh negara untuk menjalankan salah satu fungsi negara tidak dapat
diabaikan begitu saja keberadaannya. Berdasarkan hasil studi tentang
badan-badan usaha yang dimiliki oleh pemerintah yang dilakukan oleh United
Nation and Development Organisation (UNIDO) sebuah organisasi dibawah naungan
PBB untuk pengembangan industry bersama ICPE (International Center For Publik
Enterprise) yang berpusat di Ljubljana Yugoslavia, dimana dikemukakan bahwa
pada umumnya negara-negara yang mempunyai usaha negara atau pemerintahan
mencantumkan hasrat dan latar belakang penguasaan negara pada bidang kehidupan
yang vital dan strategis.
Menurut
Maemunah Suharto (1996:3) tidak hanya didasarkan pada alasan ideologis semata,
akan tetapi sering kali pula didasari alasan ekonomis,sosial politik, warisan
sejarah dan sebagainnya.
2.2.2.
Maksud dan Tujuan Pendirian
Dalam
ketentuan pasal 4 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor.19 Prp.Tahun 1960
tentang perusahaan negara (PN) yang
pernah diberlakukan disebutkan secara jelas sifat pendiriannya badan usaha
pemerintah, dimana badan usaha ini merupakan kesatuan produksi yang bersifat :
a.
Memberi jasa
b.
Menyelenggarakan kemanfaatan umum.
c.
Memupuk pendapatan.
Adapun
maksud dari tujuan didirikannya badan usaha negara isalah untk turut membangun
ekonomi nasional sesuai dengan ekonomi terpimpin pada waktu itu dengan
mengutamakan kebutuhan rakyat dan ketentraman serta kesenangan kerja dala
perusahaan menuju terwujudnya masyarakat adil dan makmur material dan
spiritual.
2.2.3.
Bentuk Usaha
Todung
Mulya Lubis (1987:60) mengemukakan , bahwa pengertian badan usaha pemerintah
banyak bergantung dari sistem hukum dan sistem ekonomi dari negara yang
bersangkutan.
Bentuk
usaha dari badan usaha pemerintah telah diatur melalui Undang-undang nomor 9
tahun 1969 tantang Bentuk-bentuk Usaha Negara.
Badan
usaha yang dibentuk oleh pemerintah dibagi menjadi tiga bentuk usaha, sebagai
berikut :
1.Semua perusahaan yang didirikan dan diatur menurut
ketentuan IBW dengan Stbl.1972 Nomor 419, perusahaan ini dinamakan perusahaan
Jawatan disingkat “Perjan”.
2.Semua perusahaan yang modal seluruhnya dimiliki
oleh negara dari kekayaan negara yang dipisahkan dan yang tidak dibagi atas
saham-saham yang didirikan dan diatur berdasarkan ketentuan Undang-undang nomor
19 Prp.tahun1960 dan telah diganti dengan PP Nomor 13 Tahun 1998, perusahaan
ini dinamakan Perusahaan Umum disingkat ”Perum”.
3.Semua perusahan yang berbentuk perseroan terbatas
yang diatur menurut kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) dengan Stbl.1847
Nomor 23 telah diganti melalui UU Nomor
1 tahun 1995 tentan g Perseroan Terbatas (PT), baik yang saham-sahamnya untuk
seluruhnya maupun untuk sebagian dimiliki oleh negara dari kekayaan negara yang
dipisahkan, perusahaan ini dinamakan
perusahaan persero atau disingkat dengan nama Persero”.
Dalam
ketentuan pasal 2 ayat (2) PP Nomor 3 Tahun 1983 tentang Tata Cara Pembinaan
dan Pengawasan BUMN disebutkan pula maksud dan tujuan pendirian badan usaha
pemerintah sebagai berikut :
a. Memberikan sumbangan
bagi perkembangan perekonomian negara pada umumnya dari penerimaan negara pada
khususnya.
b.
Mengadaan Pemupukan keuntungan/Pendapatan.
c.Menyelenggarakan
kemanfaatan umum berupa barang dan jasa yang bermutu dan memadai bagi pemenuhan
hajat orang banyak.
d.Menjadi kegiatan
perintis kegiatan usaha yang bersifat melengkapi kegiatan swasta dan koperasi
dengan antara lain menyediakan kebutuhan masyarakat, baik dalam bentuk barang
maupun jasa dengan memberikan pelayanan bermutu dan memadai.